Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Irak mengumumkan pencabutan pemblokiran aplikasi Telegram pada hari Minggu waktu setempat, setelah sempat dilarang beroperasi selama beberapa saat.
Adapun, pemblokiran dilakukan karena menurut Kementerian Komunikasi Irak, aplikasi ini sering dipakai oleh kelompok milisi dan telah membocorkan data pengguna.
Baca Juga
Usai Irak blokir Telegram, perusahaan pun meminta penggunanya di Irak untuk tetap tenang, serta telah menemui dan berdiskusi dengan pemerintah Irak untuk menyelesaikan masalah ini.
Advertisement
Melalui pernyataan resminya, Kominfo Irak menyatakan bahwa Telegram sudah menanggapi persyaratan otoritas keamanan, yang meminta perusahaan untuk mengungkapkan entitas pembocor data warga.
Selain itu, dikutip dari Gizchina, Senin (14/8/2023), Kementerian juga menyebut pihak penyelenggara aplikasi Telegram sudah menyatakan kesiapan penuh untuk berkomunikasi dengan otoritas terkait.
"Untuk alasan ini, kami akan mencabut larangan tersebut pada 13 Agustus," tulis Kementerian Komunikasi Irak.
Menanggapi persyaratan keamanan yang ditetapkan pemerintah Irak, Telegram menyatakan mereka setuju untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan penyalahgunaan aplikasi untuk kegiatan ilegal.
Melalui pernyataan pers dari pemerintah Irak, aplikasi besutan Pavel Durov itu juga menyatakan setuju untuk melindungi privasi penggunanya. Perusahaan juga mencantumkan beberapa kebijakan perlindungan data, termasuk enkripsi end-to-end.
Selain itu, perusahaan juga mengatakan pengguna sekarang bisa melaporkan dan memblokir pengguna aplikasi Telegram yang lain, apabila ditemukan melanggar persyaratan layanan.
Sebelumnya, Kementerian Telekomunikasi Irak memutuskan untuk memblokir aplikasi Telegram. Pemblokiran ini dilakukan sebagai respon atas kekhawatiran soal pelanggaran data pribadi dan masalah keamanan nasional.
Alasan Irak Blokir Telegram
Keputusan pemerintah Irak untuk memblokir Telegram diumumkan oleh kementerian telekomunikasi pada 6 Agustus lalu.
Mengutip Gizchina, Rabu (9/8/2023), menurut kementerian, aplikasi ini tidak menjaga data pengguna dengan baik. Mereka juga mengklaim, pemblokiran ini dilakukan untuk menjaga integritas data pribadi pengguna.
Pasalnya, seperti aplikasi pesan lainnya, Telegram banyak dipakai di Irak untuk mengobrol sekaligus jadi sumber berita.
Menurut Reuters, kementerian mengklaim, beberapa saluran atau channel Telegram memiliki data pribadi dalam jumlah besar. Data yang dimaksud mulai dari alamat, ikatan keluarga di Irak, dan lain-lain.
Pemerintah Irak juga menyebut, pihaknya meminta aplikasi untuk menutup platform yang membocorkan data lembaga resmi negara dan data pribadi warganya.
Namun, menurut kementerian terkait, aplikasi Telegram tidak menanggapi dan tidak berinteraksi mengenai permintaan tersebut.
"Kementerian Komunikasi menegaskan penghormatan terhadap hak warga negara atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, tanpa mengurangi keamanan negara dan institusinya," kata pihak Kementerian Komunikasi Irak.
Advertisement
Telegram Tanggapi Pemblokiran di Irak
Menanggapi soal pemblokiran layanannya di Irak, Telegram menyatakan bahwa seluruh data pengguna aplikasinya sangatlah aman dan tidak berisiko bagi pengguna.
Perusahaan besutan pria Rusia, Pavel Durov, ini pun mengklaim bahwa informasi di aplikasinya begitu aman dan tidak seorang pun yang bisa mengakses data terlepas dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Telegram mengatakan, pihaknya bakal berbincang dengan pemerintah Irak untuk berupaya memastikan layanannya bisa kembali. Platform messenger itu juga meminta para pengguna untuk tetap tenang sembari perusahaan bicara dengan pemerintah setempat.
"Tolong tetap tenang, seluruh data pengguna sangat aman dan kami akan melakukan apa pun yang kami mampu untuk mengembalikan layanan. Kami tengah berbincang dengan pemerintah (Irak)," kata pihak Telegram.