Threads Tutup Layanan di Turki, Masalah Privasi Jadi Alasan

Aplikasi sosial media buatan Meta, Threads akan ditutup di Turkiye pada akhir April 2024. Alasan dibalik penutupan aplikasi tersebut adalah Threads tidak mematuhi peraturan privasi negara tersebut.

oleh Robinsyah Aliwafa Zain diperbarui 16 Apr 2024, 19:30 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2024, 19:30 WIB
Threads
Aplikasi Threads dari Instagram kini telah tersedia dan bisa diunduh di Google Play Store. (Liputan6.com/Agustinus M. Damar)

Liputan6.com, Jakarta - Aplikasi media sosial dari Meta, Threads, akan ditutup di Turki (Turkiye) mulai akhir April 2024. Alasan di balik penutupan ialah karena Threads tidak mematuhi peraturan privasi negara tersebut.  

Dikutip dari Android Headlines, Selasa (16/4/2024), Otoritas Persaingan Turki (TCA) mempermasalahkan cara Threads secara otomatis menghubungkan data pengguna ke profil Instagram mereka.

Sebagai informasi, aplikasi Threads diluncurkan musim panas tahun lalu sebagai upaya Meta untuk memanfaatkan tingginya minat terhadap jejaring sosial yang lebih personal. Kendati demikian, aplikasi itu terintegrasi erat dengan Instagram.  

Contohnya, diperlukan akun Instagram untuk menyiapkan profil Threads , dan menghapus satu akun Instagram juga menghapus akun Threads secara default. Hal ini jelas menimbulkan masalah privasi dengan memaksa koneksi data pengguna tanpa opsi lain.

Menanggapi hal tersebut, Meta telah menambahkan opsi untuk memisahkan kedua profil tersebut.  

Namun tampaknya perubahan ini terlambat bagi pemerintah Turki. Sebab, mulai 29 April, Threads akan diblokir sementara di negara tersebut, sesuai dengan perintah terbaru dari TCA.  

Setelah aturan tersebut dilayangkan, Threads memberi tahu jutaan pengguna di Turki untuk menghapus atau menonaktifkan profil mereka sebelum tanggal tersebut melalui notifikasi.

“Untuk mematuhi perintah sementara dari Rekabet Kurumu/Otoritas Kompetisi Turki (TCA), Kami akan menutup Threads di Turki mulai Senin 29 April. Kami tahu hal ini akan sangat mengecewakan bagi banyak orang di Turki yang terlibat dalam Threads dengan komunitas mereka," tulis Meta di blognya.

Bukan Pertama Kalinya Meta Tersandung Kasus dengan Pemerintah Turki

Threads Meta
Threads Meta. (Unsplash/Julio Lopez)

Ini bukan pertama kalinya Meta Facebook mengalami masalah aturan privasi oleh otoritas Turki. Pada 2022, Meta didenda hingga lebih dari Rp 300 miliar karena menggabungkan data pengguna di Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

Mereka juga menghadapi denda harian kumulatif mencapai Rp 2.5 miliar karena gagal mematuhi perintah berbagi data sebelumnya.

Meta mengatakan pihaknya mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan gangguan apa pun.  

Penutupan ini menyoroti langkah Meta saat ini untuk menyeimbangkan kebijakan penggunaan data di seluruh negara.

Meskipun popularitasnya tetap tinggi, integrasi yang agresif juga memerlukan peningkatan pengawasan oleh pengguna.

Meta Dituding Lakukan Monopoli Setelah Akuisisi Instagram dan WhatsApp

Tampilan Threads, aplikasi Instagram besutan Meta untuk menyaingi Twitter (Tangkapan layar App Store)
Tampilan Threads, aplikasi Instagram besutan Meta untuk menyaingi Twitter (Tangkapan layar App Store)

Perusahaan induk dari Facebook ini kerap kali tersandung masalah hukum. Selain penutupan paksa Threads di Turki, baru-baru ini Meta juga tengah berurusan dengan hukum di AS.

Pasalnya, Federal Trade Commission (FTC) menuduh perusahaan telah melakukan praktik monopoli setelah mengakuisisi kedua aplikasi itu.

Dikutip dari Android Headlines, FTC menggugat perusahaan tersebut telah menciptakan ekosistem antipersaingan dan menciptakan monopoli.

Pasalnya, Federal Trade Commission (FTC) menuduh perusahaan telah melakukan praktik monopoli setelah mengakuisisi kedua aplikasi itu.

Mendengar hal tersebut, Meta tak tinggal diam dan meminta Pengadilan Federal di AS untuk membatalkan gugatan antitrust dari FTC.

Meta mengklaim, "Akuisisi Instagram dan WhatsApp menguntungkan konsumen." Perusahaan telah mengonfirmasi bahwa mereka telah mengajukan mosi untuk keputusan ringkasan dalam gugatannya terhadap FTC AS.

Meta pada dasarnya meminta pengadilan negeri AS untuk membatalkan kasus tersebut karena FTC dianggap gagal memberikan bukti untuk mendukung klaimnya.

Ada dua aspek yang Meta minta agar mempertimbangkan gugatan tersebut. Perusahaan yakin FTC tidak akan dapat membuktikan kalau Meta melakukan praktik monopoli setelah mengakuisisi Instagram dan WhatsApp.

Meta Anggap Tindakannya Tak Memonopoli Pasar

Ilustrasi Meta dan Facebook. (Unsplash/Dima Solomin)
Ilustrasi Meta dan Facebook. (Unsplash/Dima Solomin)

Laporan dari Android Headlines juga menyebutkan bahwa Meta menghabiskan hingga miliaran dolar dan menginvestasikan banyak waktu untuk membuat aplikasi tersebut memberikan kemudahan dan keamanan bagi pengguna.

Meta menegaskan FTC tidak memiliki bukti yang membuktikan bahwa tindakan perusahaan tersebut bersifat memonopoli pasar.

Dengan kata lain, Meta menyiratkan bahwa tindakannya tidak merugikan persaingan dan tidak berdampak negatif terhadap pengguna.

Penting untuk dicatat bahwa pada tahun 2021, Hakim Pengadilan Distrik DC James Boasberg telah menerima mosi Meta untuk menolak keluhan FTC.

Namun, hakim memberi kesempatan kepada FTC untuk mengajukan amandemen, yang kemudian mengizinkan untuk melanjutkan gugatan.

Pengaduan yang diubah oleh FTC kali ini jauh lebih substansial dan rinci dibandingkan dengan pengaduan sebelumnya.

Kendati demikian, Meta menganggap gugatan terbaru dari FTC masih "berpikiran sempit."

Pasalnya, FTC telah mengecualikan platform seperti TikTok dan YouTube. Sebaliknya, dalam keluhannya, agensi tersebut hanya menyertakan Facebook, Instagram, Snapchat, dan MeWe, klaim Meta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya