Bos Telegram Pavel Durov bakal Hapus Fitur yang Disalahgunakan untuk Aktivitas Ilegal

CEO Telegram, Pavel Durov, mengatakan bakal menghapus beberapa fitur yang telah disalahgunakan untuk aktivitas ilegal.

oleh Iskandar diperbarui 07 Sep 2024, 16:42 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2024, 16:00 WIB
Pavel Durov
Pavel Durov, CEO Telegram. (Foto: Instagram)

Liputan6.com, Jakarta - Founder dan CEO Telegram, Pavel Durov, mengatakan bahwa aplikasi pengiriman pesan besutannya akan menangani kritik tentang moderasi konten dan menghapus beberapa fitur yang telah disalahgunakan untuk aktivitas ilegal.

Durov, yang belum lama ini diselidiki di Prancis terkait dengan penggunaan Telegram untuk kejahatan termasuk penipuan, pencucian uang, dan berbagi gambar pelecehan seksual anak, mengumumkan langkah tersebut dalam sebuah pesan kepada 12,2 juta pengguna di platform tersebut.

"Meskipun 99,999% pengguna Telegram tidak ada hubungannya dengan kejahatan, 0,001% yang terlibat dalam aktivitas terlarang menciptakan citra buruk bagi seluruh platform, membahayakan kepentingan hampir satu miliar pengguna kami," tulis pengusaha teknologi kelahiran Rusia itu, dikutip dari Reuters, Sabtu (7/9/2024).

"Itulah sebabnya tahun ini kami berkomitmen untuk mengubah moderasi di Telegram," Durov menambahkan.

Ia tidak menjelaskan secara rinci bagaimana Telegram akan mencapai target itu. Namun, Durov menekankan bahwa Telegram telah menonaktifkan unggahan media baru ke alat blog mandiri 'yang tampaknya telah disalahgunakan oleh aktor anonim'.

Aplikasi Telegram juga telah menghapus fitur People Nearby yang jarang digunakan serta "bermasalah dengan bot dan penipu". Sebagai gantinya, Telegram akan menampilkan akun bisnis yang sah dan terverifikasi.

Perubahan tersebut merupakan yang pertama diumumkan sejak dirinya ditangkap bulan lalu di Prancis dan diinterogasi selama empat hari sebelum diselidiki secara resmi dan dibebaskan dengan jaminan.

 

Eks Bos Meta Angkat Bicara

Ilustrasi Meta dan Facebook. (Unsplash/Dima Solomin)
Ilustrasi Meta dan Facebook. (Unsplash/Dima Solomin)

Kasus tersebut telah bergema di industri teknologi global, menimbulkan pertanyaan tentang batasan kebebasan berbicara daring, pengawasan platform media sosial, dan apakah pemiliknya bertanggung jawab secara hukum atas perilaku kriminal pengguna.

Pengacara Durov mengatakan bahwa tidak masuk akal untuk menyelidiki bos Telegram terkait kejahatan yang dilakukan oleh orang lain di aplikasi tersebut.

Katie Harbath, mantan direktur kebijakan publik di Meta yang sekarang memberi nasihat kepada perusahaan tentang isu teknologi, mengatakan: "Bagus kalua Durov mulai menganggap serius moderasi konten, tetapi, seperti yang dialami Elon Musk dan CEO teknologi lain yang mengelola platform, jika ia menganggap hal ini semudah membuat beberapa perubahan kecil, ia akan mengalami kejutan yang tidak mengenakkan."

Polisi Korea Selatan Selidiki Telegram Terkait Kasus Penyebaran Konten Pornografi Deepfake

Logo Aplikasi Telegram
Logo Aplikasi Telegram

Di sisi lain, Kepolisian Korea Selatan pada Senin (2/9/2024) meluncurkan penyelidikan terhadap platform pengiriman pesan Telegram karena diduga "bersekongkol" dalam distribusi konten deepfake porno, termasuk gambar eksplisit remaja yang dibuat oleh kecerdasan buatan (AI).

Deepfake porno mencakup konten eksplisit di mana wajah individu tertentu digabungkan secara digital ke gambar atau video porno lain menggunakan teknologi AI, dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (3/9/2024).

BACA JUGA:Klinik Kecantikan Asal Korea Selatan Buka Cabang di Jakarta, Perawatan Pasca-Operasi Plastik Bisa di Indonesia Saja Seorang penyiar berita di Korea Selatan melaporkan bahwa sekelompok mahasiswa yang membuka ruang obrolan Telegram ilegal, berbagi materi pornografi deepfake dari teman sekelas perempuan. Ini merupakan salah satu dari serangkaian kasus terkenal yang telah memicu kemarahan publik.

Advertisement "Mengingat kejahatan (deepfake) ini, Badan Kepolisian Nasional Seoul meluncurkan penyelidikan minggu lalu," kata Woo Jong-soo, kepala biro investigasi di Badan Kepolisian Nasional.

"Telegram tidak menanggapi permintaan kami sebelumnya untuk informasi akun selama penyelidikan kejahatan terkait Telegram sebelumnya," katanya.

Polisi menerima 88 laporan pornografi deepfake minggu lalu saja, kata Woo, seraya menambahkan mereka telah mengidentifikasi 24 tersangka.

Penyelidikan Telegram dimulai setelah Pavel Durov, pendiri dan kepala Telegram, ditangkap bulan lalu di Prancis.

Durov (39) didakwa dengan beberapa tuduhan gagal mengekang konten ekstremis dan ilegal di aplikasi perpesanan populer tersebut.

Infografis 7 Tips Bijak Gunakan Media Sosial. (Liputan6.com/Abdillah)

Infografis 7 Tips Bijak Gunakan Media Sosial. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 7 Tips Bijak Gunakan Media Sosial. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya