Potret Menembus Batas: Pesan dari Barongsai

Perbedaan keyakinan tak menyurutkan kecintaan Faris pada barongsai. Sebab ini tentang tradisi. Ada nilai yang lebih besar dari materi.

oleh Liputan6 diperbarui 06 Feb 2017, 02:48 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2017, 02:48 WIB
Pesan Dari Barongsai
Perbedaan keyakinan tak menyurutkan kecintaan Faris pada Barongsai. Sebab ini tentang tradisi. Ada nilai yang lebih besar dari materi.

Liputan6.com, Sidoarjo - Keyakinan ini tetap ada dalam diri Faris Susanto. Pemuda tanggung di ujung pencarian jati diri.

Soal keyakinan, beda soal kecintaan. Di dalam darahnya mengalir kecintaan pada tari tradisi asal Negeri Tiongkok yakni barongsai. Dari pojok kota lama Surabaya, barongsai menjaga eksistensi. Tradisi yang lahir sejak abad ketiga sebelum masehi.

Perkumpulan lima naga satu dari ribuan perkumpulan yang tumbuh setelah pelarangan barongsai dicabut 17 tahun silam. Barongsai semakin bebas berekspresi.

Chriswanto masih ingat betul ketika ia dan warga keturunan etnis Tionghoa berlatih secara sembunyi-sembunyi demi melestarikan tradisi leluhur.

Tak semata keindahan atraksi dan koreografi, barongsai sarat makna dan filosofi. Ini mengapa persiapan dan latihan mendapat porsi lebih utamanya menyambut Tahun Baru Tiongkok atau Imlek.

Barongsai adalah kebersamaan serta bentuk harmonisasi tari dan musik pengiring yang terdiri dari gong, simbal dan tambur. Menghibur semua lapis masyarakat tanpa melihat latar belakang etnis dan agama. Kesenian yang telah lama dilirik Faris Susanto.

Faris keranjingan barongsai sejak masih duduk di bangku SMP. Atraksi yang masih memiliki arti di sela kehidupannya sebagai pembuat kue. Cinta Faris pada barongsai tak setengah hati. Ada desakan emosi yang dirasakan yang membuat lulusan Sekolah Kejuruan Teknik Otomotif ini merasa punya kewajiban menjaganya.

Perbedaan keyakinan tak menyurutkan kecintaan Faris pada barongsai. Sebab ini tentang tradisi. Ada nilai yang lebih besar dari sekedar materi.

Ada tujuan luhur yang terus diwarisi dari almarhum Nugroho Notodiputro sosok penting pelestari barongsai di Kota Udang, Sidoarjo.

Dharma Bhakti satu-satunya perkumpulan barongsai di Sidoarjo. Sanggar tempat Faris menimba ilmu dari Julianus Setiawan satu dari segelintir orang yang piawai merangkai kostum barongsai.

Sebagai generasi kedua penerus tradisi Tionghoa, Julius tak pelit berbagi ilmu. Apalagi ini adalah amanat mendiang ayah yang juga pendiri Dharma Bhakti.

Barongsai di sini dibanderol Rp 2 hingga Rp 4 juta. Lebih murah Rp 5 juta dari barongsai produk luar negeri. Dharma Bhakti ibarat rumah kedua bagi Faris. Dan adrenalin meletup untuk urusan berlatih barongsai.

Pluralisme adalah satu kata yang mencolok dari barongsai Dharma Bhakti. Anggota komunitas pelestari seni tradisi asal Tiongkok ini 90 persen bukan dari kalangan etnis Tionghoa.

Tidak penting lagi beda agama etnis atau tradisi. Barongsai adalah bentuk penyatuan keindahan. 

Saksikan video selengkapnya yang ditayangkan Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (5/2/2017) dalam tautan ini.

Simak tayangan video selengkapnya dalam tautan ini. 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya