Industri Petrokimia RI Ambisi Lampaui Produsen Lain di ASEAN

Selama ini industri petrokimia Indonesia masih kalah dalam hal kapasitas produksi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Mar 2014, 15:57 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2014, 15:57 WIB
petrokimia121214b.jpg

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha yang tergabung dalam Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas) berambisi untuk menyejajarkan diri dengan industri sejenis negara-negara di ASEAN. Pasalnya, selama ini industri petrokimia Indonesia masih kalah dalam hal kapasitas produksi.

"Dalam lima tahun mendatang, kita bisa melihat industri petrokimia bisa duduk sejajar dengan ASEAN. Mendekati Thailand, Singapura dan bahkan lebih baik dari Malaysia," ujar Wakil Ketua Inaplas Suhatmiyarso di Jakarta, Rabu (12/3/2014).

Saat ini, kata dia, kapasitas produksi pabrik petrokimia Indonesia masih kalah jauh dengan Thailand yang mencapai 12 juta ton per tahun. Sedangkan produk petrokimia negara ini baru 3,9 juta ton per tahun.

Sementara kapasitas produksi petrokimia di Malaysia dan Singapura masing-masing 4 juta dan 9 juta ton per tahun.

"Artinya produksi kita cuma sepertiga dari Thailand, padahal negara itu juga tidak punya minyak mentah. Jadi mereka impor sambil mendorong dan mengintegrasikan industri petrokimia," terangnya.

Untuk bisa menyamai negara-negara tersebut, Suhatmiyarso mengimbau agar pemerintah menggenjot investasi industri petrokimia baru yang ingin masuk di Indonesia.

Saat ini ada investasi dari Lotte Chemical (Honam) yang sedang dalam proses sebesar US$ 5 miliar. Investasi ini akan ada di Pulau Jawa.

"Lalu ada proyek MTO Plant oleh Ferrostal dan Chandra Asri Petrochemicals di Papua. Sekarang baru studi kelayakan dan kalau sudah dapat alokasi gas bisa langsung mulai," ucap dia.

Sekarang ini, pabrik petrokimia mayoritas menumpuk di Jawa Timur dan Banten yang mempunyai pasokan gas cukup besar.

"Alokasi gas memang sangat dibutuhkan pabrik petrokimia. Tapi baru bisa disuplai 50%-60% dari total kebutuhan saat ini dan masih banyak industri yang butuh gas," pungkas Suhatmiyarso.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya