Liputan6.com, Jayapura - Kurangnya perhatian pemerintah terhadap keberadaan batik Papua membuat industri kreatif tersebut terancam punah. Dari sekitar 10 pembatik yang ada pada 2011 lalu, saat ini hanya tersisa 5 orang. Kelima pembatik itu pun tak lagi muda.
Merry Affar (45), salah satu pembatik yang masih ada mengaku kesulitan untuk mewarisi ilmu mencanting bagi generasi muda. Kalaupun ada yang belajar mencanting, rata-rata tidak berlangsung lama dan hanya sebagai pekerjaan sementara sebelum mendapatkan pekerjaan lain.
Menurut Merry, tahun 2011 lalu, ada sekitar 10 orang asal Papua yang dikursuskan oleh Pemerintah Daerah setempat ke Pulau Jawa untuk belajar membatik. Dari 10 orang itu, saat ini yang tersisa hanya 5 orang, yakni empat orang masih terus membatik setiap harinya di Galery Port Numbay milik Jimmy Affar dan sisanya hanya membatik jika ada pesanan.
“Anak muda tak ingin serius dalam belajar membatik. Terkadang kegiatan membatik juga terkendala dengan lingkungan rumah tangga, terutama para suami yang tidak mendukung kegiatan sang istri dalam membatik,” jelasnya, Senin (12/5/2014).
Advertisement
Designer batik Papua, Jimmy Affar mengaku upaya untuk mengkampanyekan seni membatik pada para pemuda terus dilakukan, salah satunya ada dua sekolah menengah kejuruan di Jayapura yang memiliki mata pelajaran membatik.
“Sangat perlu untuk pelestarian batik Papua. Sebab membatik di Papua, tidak hanya sekedar mencanting, namun juga ada makna cerita tersendiri dalam cantingan itu," jelasnya.
ia pun bercerita, ada makna kebersamaan, penghormatan kepada kaum perempuan dan cerita bermakna lainnya dalam setiap cantingan. Setiap suku di Papua, memiliki corak dan cerita sendiri dalam setiap karyanya.
Lanjut Jimmy, saat ini industri pabrikan batik dari luar Papua telah membanjiri Papua. Dirinya khawatir jika tidak ada proteksi terhadap karya asli Papua, maka corak dan gambar untuk batik di Papua akan punah dan susah untuk didapatkan kembali.
“Bayangkan saja, dari lima pembatik yang tersisa, kami dikelilingi oleh karya-karya batik pabrikan dari luar Papua. Paling tidak, pemerintah setempat dapat memproteksi karya asli Papua,” katanya.