Hadapi The Fed, Malaysia Lebih Berisiko Dibanding Indonesia

Malaysia diprediksi menjadi negara paling berisiko menghadapi aksi jual dari para negara asing di kawasan Asia Tenggara

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 24 Jun 2014, 12:48 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2014, 12:48 WIB
Indonesia-Malaysia
Bendera Indonesia-Malaysia (asean-investor.com)

Liputan6.com, New York - Sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di Asia Tenggara, Malaysia diprediksi menjadi negara paling berisiko menghadapi aksi jual dari para negara asing.

Bahkan saat Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) kembali mengetatkan kebijakan moneternya, Malaysia dapat mengalami pelarian modal keluar yang lebih besar dibandingkan Indonesia.

"Mengingat berbagai kebijakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dan India tahun lalu. Saya rasa dua negara tersebut tak akan menghadapi risiko yang terlalu besar," ungkap Kepala Riset Pasar Global ANZ, Richard Yetsenga seperti dikutip dari laman CNBC, Senin, (24/6/2014).

Menurut dia, negara-negara yang memiliki kepemilikan dana asing terlalu besar akan lebih mudah dihantam aksi jual para investor. India dikatakannya tidak memiliki masalah tersebut, sementara Malaysia dirudung persoalan itu.

Menurut laporan sejumlah analis, surat utang asing Malaysia kini mencapai 45 persen. Itu merupakan angka tertinggi di kawasan tersebut dan membuatnya menjadi jauh lebih berisiko menghadapi pelarian dana asing ke luar negeri dibandingkan negara lainnya.

Dibandingkan Malaysia, indonesia hanya tercatat menguasai dana kepemilikan asing sekitar 32,5 persen dan India di bawah 2 persen.

Memang benar, tahun lalu, saat The Fed menarik dana stimulusnya, Indonesia dihantam aksi jual yang luar biasa dari para investor asing. Kala itu, Malaysia memang tidak menderita dampak yang besar seperti yang dialami Indonesia.

Namun perusahaan riset Oxford Economics juga mengidentifikasi Malaysia sebagai negara paling berisiko karena faktor eksternal di kawasan Asia saat ini.

"Level utang publiknya yang tinggi, dan meningkatkan utang asing serta merosotnya surplus transaksi berjalan telah menggeser berbagai risiko dari Malaysia ke Indonesia," tandas ekonom Oxford Economics, Sarah Fowler. (Sis/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya