BI Salahkan Argentina yang Bikin Rupiah Jeblok

Total aliran dana yang masuk ke Indonesia selama periode Januari-Juli ini menembus ratusan triliun rupiah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Agu 2014, 19:54 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2014, 19:54 WIB
Penurunan Rupiah 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo menyalahkan vonis gagal bayar (default) Argentina sebagai pemicu pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke level Rp 11.766. 
 
"Kondisi default Argentina mempengaruhi investor sehingga terjadi outflow (dana keluar). Tapi masih dalam batas normal. Tapi kita memahami perkembangan geopolitik dan kekhawatiran dari default ini," jelas dia di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (7/8/2014). 
 
Agus menilai, kondisi pasokan dan permintaan mata uang dolar AS menunjukkan kondisi efisien. Bahkan dia menyebut, total aliran dana yang masuk ke Indonesia selama periode Januari-Juli ini menembus ratusan triliun rupiah. 
 
"Dari Januari-Juli 2014 ada inflow ke sini lebih dari Rp 140 triliun. Itu masuk di surat berharga negara, pasar modal maupun Sertifikat BI. Jadi kalau dibanding periode sama tahun lalu hanya Rp 30 triliun, sehingga dana yang masuk di periode ini cukup besar," cetus Agus. 
 
Sementara Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Bambang Brodjonegoro menganggap melemahnya kurs rupiah bukan disebabkan karena default Argentina, melainkan ada kekhawatiran investor karena suku bunga naik. 
 
"Menurut saya nggak ya (default), tapi karena ada kekhawatiran interest rate lebih cepat dinaikkan. Jadi orang berspekulasi cari posisi biasa sampai mungkin ada sentimen positif balik lagi ke kita," ujarnya.
 
Sentimen positif itu, kata dia,  dapat berupa perbaikan defisit transaksi berjalan, neraca perdagangan, terkendalinya inflasi dan sebagainya. 
 
Dari data kurs tengah BI, nilai tukar rupiah pada hari ini menembus level Rp 11.766 per dolar AS atau melemah dari sebelumnya (6/8) Rp 11.756 per dolar AS. Sedangkan pada Selasa (5/8), kurs rupiah bertengger di Rp 11.733 per dolar AS.  (Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya