Liputan6.com, Jakarta - Wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) sebesar Rp 3.000 per liter di November ini dinilai terlalu tinggi. Kebijakan itu sangat berisiko bagi Jokowi-JK yang baru memimpin negara ini.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Anton Hendranata mengatakan, jika benar terealisasi, kenaikan harga BBM subsidi di era Jokowi-JK akan lebih tinggi jika dibanding dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode kedua.
"Kenaikan harganya terlalu tinggi. Itu riskan buat pemerintahan baru karena tahun lalu naik saat kondisinya baik. Tapi kalau sekarang tensi lagi tinggi. Masa naiknya lebih besar dari SBY," ucap dia kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (21/9/2014).
Dijelaskannya, pada Juni 2013, SBY mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi sebesar Rp 2.000 per liter. Dari harga jual premium Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter. Sementara rencana kenaikan harga BBM oleh Jokowi sebesar Rp 3.000 per liter atau sekira 40 persen hingga 50 persen.
Realisasi dari rencana itu, kata Anton, harus dibarengi dengan kesiapan dana kompensasi untuk masyarakat miskin. Dia menuturkan, pemerintahan SBY telah menyediakan cadangan dana Rp 5 triliun yang bisa digunakan pemerintahan baru sebagai anggaran mitigasi kenaikan harga BBM.
Namun sambung dia, dana tersebut hanya cukup untuk mengkompensasi selama dua bulan (November, Desember) yang masing-masing sebesar Rp 2,5 triliun.
Sedangkan saat kenaikan harga BBM tahun lalu sebesar Rp 2.000 per liter, Anton mengingat, pemerintah menggelontorkan dana kompensasi Rp 29 triliun atau Rp 4,8 triliun setiap bulan selama 6 bulan. Â
"Jadi dengan kenaikan harga di era Jokowi-JK Rp 3.000 per liter misalnya, dana kompensasinya lebih kecil dari tahun lalu. Tidak masuk akal," tegasnya.
Dengan pertimbangan tersebut, dia mengusulkan agar pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM secara bertahap. "Di November ini naikkan harga Rp 1.000 per liter, lalu kembali naikkan harga di Maret 2015 saat musim panen sebesar Rp 1.500 atau Rp 2.000 per liter," imbaunya.
Selain lebih masuk akal, Anton beralasan, kenaikan harga BBM subsidi bertahap akan lebih mengendalikan laju inflasi tak melompat terlalu tinggi jika menaikkan harga langsung Rp 3.000 pada bulan sebelas ini.
"Bisa shock mendadak kalau menaikkan harga Rp 3.000, inflasi loncat 8,5 persen plus inflasi angkutan umum. Harga-harga akan mahal sekali, dan orang bisa ngamuk," tutupnya. (Fik/Gdn)
Kenaikan Harga BBM Subsidi Rp 3.000 per Liter Terlalu Tinggi
Pada Juni 2013, SBY mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi sebesar Rp 2.000 per liter.
Diperbarui 21 Sep 2014, 09:05 WIBDiterbitkan 21 Sep 2014, 09:05 WIB
Mulai 1 Agustus 2014 ini Pemerintah menghapus penjualan Solar bersubsidi untuk wilayah Jakarta Pusat.... Selengkapnya
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Produksi Liputan6.com
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
5 Model Gamis Plisket Kekinian dan Feminim, Sering Jadi Tren di Media Sosial
VIDEO: Doa Rosario di Roma, Mengenang Paus Fransiskus
9 Rekomendasi HP Samsung Rp1 Jutaan Kamera Bagus Update Harga 2025
Fachri Albar Ditangkap karena Narkoba, Hasil Tes Urine Dinyatakan Positif
10 Rekomendasi Film Indonesia Romantis, Tayang di Bioskop Kuartal Pertama 2025
Banyak Libur Panjang di Mei 2025, Catat Ini Tanggalnya!
BI Borong SBN Rp 80,98 Triliun, Strategi Jitu Redam Gejolak Rupiah
Enggak Main-Main Produksi Film Jumbo Emang Sultan Abis
Daftar Pemimpin Dunia yang Bakal Hadir di Pemakaman Paus Fransiskus 26 April 2025
Emiten Prajogo Pangestu CUAN Tebar Dividen USD 2 Juta, Catat Jadwalnya
Art Jakarta Gardens, Pameran Seni di Ruang Terbuka Hutan Kota Plataran
5 Model Baju Kurung Melayu 2025, Elegan dan Mudah Dipadukan