Pengusaha Baja Klaim Tak Nikmati Kenaikan Konsumsi

Industri baja sedang mengalami tantangan yang berat. Jatuhnya harga minyak mengerek harga komoditas lain tak terkecuali baja.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 23 Jan 2015, 20:43 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2015, 20:43 WIB
Baja Boron
Saat ini, impor baja boron bebas bea masuk sehingga mengancam industri nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA) mengungkapkan permintaan kebutuhan baja mengalami tren peningkat yang cukup membanggakan.

Ketua IISIA  Irvan Kamal Hakim dalam 15 tahun terakhir mengalami peningkatan permintaan rata-rata 11-13 persen. Untuk tahun lalu saja, total permintaan mencapai 13 juta ton.

Sayangnya, dari permintaan tersebut sebagian besar bukan dipenuhi dari produsen dalam negeri. "Yang jelas, total impor permintaan 13 juta ton. Sekitar 55 persen impor, justru disitu poinnya," kata dia, Jakarta, Jumat (23/1/2015).

Dia menerangkan, industri baja sedang mengalami tantangan yang berat. Jatuhnya harga minyak mengerek harga komoditas lain tak terkecuali baja.

"Harga baja 2008 US$ 1.130 per ton, hari ini turun 50 persen, laju cepat tahun 2014 awal," paparnya.

Hal tersebut belum lagi ditambah mahalnya biaya energi seperi gas alam, kemudian kenaikan tarif dasar listrik serta kenaikan upah minimum. Sehingga, kapasitas  produksi tersebut pun turut tergerus.

Maka dari itu dia meminta pemerintah mencari solusi atas tantangan global serta tantangan akan mahalnya energi. Kemudian memaksimalkan pemanfaatan produksi dalam negeri sesuai ketentuan pemerintah.

"Saya usulkan segera diaktifkan kembali rencana Inpres Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Prindustrian  No 3 Tahun 2014,"  tutup dia. (Amd/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya