Apakah I'tikaf bagi Perempuan Harus Dilaksanakan di Masjid?

Pandangan para ulama terkait tempat yang sah untuk melaksanakan i'tikaf termasuk bagi kaum perempuan.

oleh Putry Damayanty Diperbarui 25 Mar 2025, 00:30 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2025, 00:30 WIB
Pelajar Tunanetra Bertadarus Penuh Semangat di Momen Nuzulul Qur’an, Bikin Haru
Penyandang tunanetra tadarus pakai Al Qur'an Braille ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - I'tikaf adalah ibadah yang dilakukan dengan cara berdiam diri di masjid dengan tujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan memperbanyak doa, dzikir, dan ibadah lainnya.

Ibadah ini sangat dianjurkan bagi umat Islam, terutama di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk meraih keutamaan malam Lailatul Qadar.

Seperti halnya ibadah lain, ada syarat-syarat sah yang harus dipenuhi dalam iktikaf. Salah satunya i'tikaf harus dilakukan di masjid yang menyelenggarakan sholat berjamaah.

Lantas, apakah i'tikaf bagi wanita harus dilaksanakan di masjid atau adakah ketentuan lain yang membatasi mereka? Berikut ulasannya merangkum dari laman NU Online.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Tempat Pelaksanaan I'tikaf

arti tadarus
arti tadarus ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Lelaki dan perempuan memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk menyempatkan ibadah i'tikaf di sepuluh akhir Ramadhan. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim melalui Sayyidatina Aisyah RA sebagai berikut:

وَعَنْهَا: - أَنَّ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya: “Dari Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW beritikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Aktivitas itu dilakukan hingga beliau wafat. Kemudian para istrinya mengikuti i'tikaf pada waktu tersebut sepeninggal Rasulullah SAW,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tapi, para ulama berbeda pendapat perihal tempat i'tikaf. Bagi Imam Malik dan Imam Syafi’i, itikaf dapat dilakukan di masjid yang mana saja. Sementara Imam Hanafi dan Imam Ahmad, dapat dilakukan di masjid yang dipakai untuk sholat jamaah dan rutin lima waktu.

المسجد شرط لصحة الاعتكاف. قال مالك والشافعي يصح في كل مسجد. وقال أبو حنيفة وأحمد يصح في كل مسجد تقام فيه الجماعة وتصلى فيه الصلوات كلها

Artinya: “Masjid syarat sah ibadah i'tikaf. Imam Malik dan As-Syafi’i berpendapat bahwa itikaf sah di masjid mana pun. Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa i'tikaf sah di setiap masjid yang digunakan untuk sembahyang berjamaah dan dijadikan untuk tempat sholat,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 340).

I'tikaf bagi Perempuan

quote bulan ramadhan
quote bulan ramadhan ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Namun demikian, Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa seorang perempuan dapat menggunakan mushala rumah yang biasa dipakai untuk sholat di rumahnya.

وعند أبي حنيفة إنما يصح اعتكاف المرأة في مسجد بيتها وهو الموضع المهيأ في بيتها لصلاتها

Artinya: “Menurut Abu Hanifah, i'tikaf perempuan sah di masjid di dalam rumahnya, yaitu sebuah lokasi di dalam rumahnya yang disediakan untuk aktivitas sholatnya,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 340).

Syekh Wahbah Az-Zuhayli menyarankan perempuan yang ingin beri'tikaf di masjid untuk mengambil tempat di balik tirai yang biasa menjadi penanda bagi tempat shalat perempuan di masjid.

وإذا اعتكفت المرأة في المسجد، استحب لها أن تستتر بشيء؛ لأن أزواج النبي صلّى الله عليه وسلم لما أردن الاعتكاف أمرن بأبنيتهن، فضربن في المسجد، ولأن المسجد يحضره الرجال، وخير لهم وللنساء ألا يرونهن ولا يرينهم

Artinya: “Jika seorang perempuan beri'tikaf di masjid, ia dianjurkan untuk menutup diri dengan tirai karena para istri Nabi Muhammad SAW ketika ingin beritikaf diperintah untuk di bangunan mereka. Mereka membangunnya di dalam masjid. Pasalnya, masjid juga dihadiri oleh pria bukan mahram. Alangkah baiknya bagi mereka dan para pria bukan mahram untuk tidak saling memandang,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz II, halaman 696-697).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya