Prioritas Menteri Susi Berantas Ilegal Fishing

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan sejumlah fakta kontroversial soal sektor kelautan dan perikanan Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 11 Mar 2015, 17:34 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2015, 17:34 WIB
 Susi Pudjiastuti
Susi Pudjiastuti (Liputan6.com/Panji Diksana)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan fakta kontroversial tentang sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Pertama, laut Indonesia terpanjang kedua di dunia namun ekspor ikannya masih berada di deretan ke lima di Asia Tenggara. Hal itu membuktikan sektor kelautan dan perikanan Indonesia belum tertata.

"Kedua fakta yang kontroversial ada yang salah dengan pengelolaan laut padahal wilayah 2/3 air. Laut Indonesia terpanjang kedua tidak terlihat dalam realitas ekspor kami nomor lima di Asia Tenggara," ujar Susi, di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Ia melanjutkan, dari budi daya ikan 70 persen pakan masih mengandalkan impor. Fakta lainnya Indonesia masih mengekspor minimal 70 persen bahan baku mentah. Hal tersebut membuktikan tidak adanya hilirisasi pada rumput laut.

"Kita masih ekspor agar-agar dalam raw material tidak adanya refinary," ungkapnya.

Fakta ketiga, laut Indonesia menjadi tempat populasi ikan tuna, namun Indonesia bukan pasar dunia ikan tuna. "Fakta kontradiktif tersebut kita sikapi, ilegal fishing nomor pertama prioritas kerja. Stop semua kegiatan kapal ikan dari semua negara yang ilegal telah membuat Indonesia rugi miliaran dolar," pungkasnya.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendorong sektor kelautan dan perikanan. Kebijakan tersebut seperti bongkar muat di atas lautan atau transhipment, pelarangan penggunaan pukat harimau, moratorium perizinan, penangkapan lobster dan kepiting bertelur.

Susi mengatakan, dari kebijakan tersebut membuat harga ikan nasional menjadi layak. Kini harga ikan naik 20 persen-30 persen dibanding sebelumnya. (Pew/Ahm)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya