Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mulai memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai/PPN jalan tol 10 persen per 1 April 2015. Upaya ini bertujuan untuk menggenjot penerimaan pajak sekitar Rp 1.400 triliun pada 2015.
Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Wahju K. Tumakaka mengungkapkan, pengenaan PPN jalan tol 10 persen tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Jalan Tol.
"Mulai 1 April 2015, pengguna jalan tol dikenakan PPN dengan tarif sebesar 10 persen," ungkap dia dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Advertisement
Dalam Peraturan tersebut, kata Wahju, diatur pula pengusaha jalan tol wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan selanjutnya memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN terutang.
Dengan dikenakannya PPN jalan tol ini, sambungnya, pengusaha jalan tol wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan jasa jalan tol.
"Untuk kemudahan, karcis tol merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, lanjut dia.
Wahju menjelaskan, nilai karcis tol sudah termasuk PPN, sehingga di dalam karcis harus dinyatakan nilai tersebut sudah termasuk PPN.
Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan penyerahan Jasa Jalan Tol merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana pemerintah terkait pengenaan PPN jalan tol sebesar 10 persen tersebut. Anggota Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menuturkan, pemerintah kian rakus membebani masyarakat dengan pajak di berbagai sektor demi menggenjot pendapatan di sektor pajak.
Menurut Tulus, ada sejumlah faktor yang membuat kebijakan itu harus dibatalkan. Pertama, pelayanan jalan tol masih buruk. Operator jalan tol belum mampu memenuhi standar pelayanan. Bahkan kecepatan rata-rata di jalan tol makin menurun, dan antrean jalan tol makin mengular. "Jalan tol juga banyak berlubang di sana-sini. Seperti ini kok mau dikenakan PPN," kata Tulus.
Kedua, PPN atas jalan tol akan berdampak terhadap biaya logistik. PPN jalan tol justru kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah yang ingin mengurangi biaya logistik. "Akhirnya akan berdampak pada konsumen akhir dengan kenaikan harga kebutuhan pokok," ujar Tulus.
Ketiga, pengenaan PPN atas jalan tol merupakan kenaikan tarif tol terselubung bahkan akan mengakibatkan kenaikan berlipat. Lantaran tarif tol setiap tahun ada kenaikan tarif di ruas tertentu.
"Jika sudah naik tarif tetapi masih dikenakan PPN maka akan terjadi double kenaikan. Ini melanggar Undang-undang tentang jalan dan PP tentang jalan tol," tutur Tulus. (Fik/Ahm)