Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan percaya diri akan keberhasilan Sunset Policy Jilid II karena telah memiliki basis data lengkap dari berbagai sumber. Salah satunya berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selain Bank Indonesia (BI) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Namun perolehan data ini justru belum diketahui Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar. Usai paparan di acara Tropical Landscapes Summit 2015, dia mengaku tidak tahu soal ini. Tapi dirinya menegaskan bahwa OJK memegang aturan Undang-undang (UU) Perbankan di mana ada kerahasiaan bank menyangkut Dana Pihak Ketiga (DPK).
"Saya enggak tahu data yang mana. Yang jelas di UU Perbankan ada rahasia bank dari sisi DPK. Kalau dibuka, artinya kita melanggar UU, mana berani. Kan kemarin saja Pak Menteri Keuangan sudah mencabut Perdirjen membuka data deposito nasabah biarpun untuk kepentingan pajak karena berbenturan dengan UU," tegas dia di Jakarta, Selasa (28/4/2015).
OJK, kata Mulya, enggan dianggap membocorkan kerahasiaan bank. Karena ini merupakan amanah UU sehingga tidak boleh ada satupun yang melanggar. Hanya saja, sambungnya, bukan berarti OJK tidak mendukung pengumpulan pajak yang dilakukan Ditjen Pajak.
"Bukan kita enggak mendukung tax collection. Kalau ada cara lain ayo, asal jangan melanggar UU," paparnya.
Dijelaskan dia, saat ini UU Perbankan tengah proses amandemen. Jika ada perubahan isi pada beleid yang menyangkut soal mengizinkan Ditjen Pajak mengorek informasi secara detail dari data nasabah bank, Mulya mengaku, OJK akan melaksanakan perintah UU tersebut.
"Kalau nanti dibolehkan buka data nasabah, Wakil Rakyat (DPR) bilang sudah waktunya dibuka, ya kita akan laksanakan. Siapa yang berani lawan UU, walaupun ada risiko nasabah akan kabur ke luar negeri karena di sana enggak sembarangan membuka data nasabahnya," ucap Mulya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama sebelumnya mengungkapkan, pihaknya akan menjalankan strategi dasar untuk mengamankan target penerimaan pajak tahun ini.
"Kita akan menerapkan Sunset Policy, memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Wajib Pajak terdaftar, sudah melapor SPT, bahkan yang belum terdaftar sama sekali untuk memperbaiki SPT 2009-2013," tutur dia.
Jika Wajib Pajak betul-betul patuh terhadap kebijakan ini, sambung Mekar, Ditjen Pajak akan membebaskan atau menghapus semua sanksi pajak. Sunset policy tersebut berlaku untuk seluruh jenis pajak, seperti SPT Tahunan jenis Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik Orang Pribadi dan Badan.
Dia menjelaskan, perbedaan Sunset Policy tahun ini dengan sebelumnya di 2008 bersifat sukarela dan mandatory atau wajib. Ditjen Pajak mengaku telah memperoleh data dari berbagai lembaga, diantaranya PPATK, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan lainnya.
Data itu mencakup kepemilikan rumah, apartemen hingga sumber dana yang berasal dari transaksi kartu kredit, perubahan saham Wajib Pajak, data realisasi ekspor dan masih banyak lainnya.
"Kita akan merilis program perbaikan SPT atau Sunset Policy pada akhir April 2015, sehingga penerapan kebijakan tersebut dapat dilakukan awal Mei 2015. Dan proses perbaikannya sampai akhir tahun ini," tegas Mekar. (Fik/Ndw)