Liputan6.com, Jakarta - Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2015 yang tidak terlalu menggembirakan dinilai sebagai sebuah kesempatan bagi pemerintah Joko Widodo (Jokowi) untuk bekerja keras. Bahkan pemerintah membandingkan kondisi saat ini dengan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil menegaskan, pemerintah belum akan merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,7 persen meski pencapaian di kuartal I 2015 hanya 4,71 persen.
"Untuk sementara ini tidak kami revisi. Justru ini menjadi kesempatan kami supaya kerja maksimal. Implementasi realisasi akan dimonitor secara ketat," ucap dia saat peresmian IPC University di Ciawi, Bogor, Selasa (5/5/2015).
Menurut Sofyan, tren perekonomian dunia saat ini tengah dilanda perlambatan. Hal ini sudah diprediksi International Moneter Fund (IMF) terhadap pertumbuhan ekonomi seluruh negara di dunia. Contohnya saja China, penggerak pertumbuhan ekonomi di Asia ini diperkirakan tumbuh 7 persen pada 2015 dari biasanya yang menyentuh lebih dari 10 persen.
"Kami berada pada kondisi yang tidak terlalu menyenangkan. Jika kabinet lalu di dorong oleh angin buritan, sekarang ini dihadang angin depan. Ibarat pesawat terbang, kalau didorong angin buritan butuh energi sedikit. Tapi jika tekanan dari depan harus bekerja lebih keras untuk menghadang angin itu," jelas dia.
Tantangan di era pemerintahan Jokowi, kata Sofyan, adalah perlambatan ekonomi China, perekonomian Eropa yang sedang 'sakit', dan seluruh negara berkembang tengah diserang perekonomian lesu. "Memang ekonominya tidak terlalu surprise. Yang penting mari kita benahi," paparnya.
Badan Pusat Statisitik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen.
Kepala BPS Suryamin mengatakan besaran pertumbuhan ekonomi ini dipengaruhi melemahnya perekonomian di China. "Yang menentukan pertumbuhan ekonomi karena ekonomi China menurun dari 7,4 persen menjadi 7 persen," kata dia.
Penyebab lainnya pelemahan harga minyak mentah dunia. Kemudian penurunan nilai ekspor dan impor di kuartal I dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. (Fik/Gdn)
Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Pemerintah Tak Revisi Target
"Jika kabinet lalu di dorong oleh angin buritan, sekarang ini dihadang angin depan," jelas Sofyan Djalil.
diperbarui 05 Mei 2015, 19:55 WIBDiterbitkan 05 Mei 2015, 19:55 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Penjualan Tiket Film Dokumenter RM BTS 'RM: Right People, Wrong Place' di Indonesia Dibuka Hari Ini, Cek Harganya
Izin Keluar, Bank Muamalat Resmi Jadi Bank Kustodian
Diskusi Bareng Ketum The Jakmania, Suswono Janji Jadikan JIS Kandang Persija
Korban Investasi Bodong Trading DNA Pro Desak Kejari Bandung Kembalikan Uang Kerugian
Pesan Damai Pilgub Sumut Bobby Nasution: Jaga Persatuan, Jangan Terpecah Belah
10 Anggota Geng Motor 'Sena Marelan' Diringkus di Warung Kopi, Begini Tampangnya
Gandeng Perusahaan Ekspedisi, KPUD Garut Distribusikan Logistik Pilkada 2024
Buka Kejurnas Merpati Putih ke-7 Piala Pangkostrad 2024, Menpora Dito Ariotedjo: Momen Emas Pencak Silat
Jirayut Tak Sangka FTV-nya Raih Penghargaan SCTV Awards 2024, Sayangkan Halda Rianta Berhalangan Hadir
Tips Anak Susah Makan: Panduan Lengkap untuk Orang Tua
Agincourt Resources Jawab Kesan Kontradiktif Kegiatan Pertambangan dengan keberlanjutan
Hasil China Masters 2024: Tidak Sempat Adaptasi, Gregoria Mariska Tunjung Langsung Gugur