2 Poin Ini Bakal Direvisi dalam PP Jaminan Hari Tua

Proses penyelesaian revisi PP akan menunggu hasil pembahasan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

oleh Septian Deny diperbarui 07 Jul 2015, 20:42 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2015, 20:42 WIB
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan akan melibatkan serikat pekerja dan serikat buruh dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT).

Direktur Jenderal Pembinaan Pengawadan Ketenagakerjaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (PPK3) Muji Handaya mengatakan, keterlibatan serikat pekerja dan serikat buruh ini guna memberikan masukan usulan dan aspirasi dalam revisi PP tersebut.
 
"Sosialiasi dan dialog bersama serikat pekerja dan buruh dimanfaatkan untuk memampung semua aspirasi dan usulan terkait rencana revisi PP No 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT)," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (7/7/2015).

Muji menjelaskan, revisi ini akan menekankan pada dua poin utama, salah satunya yaitu soal nasib JHT pekerja yang terkena PHK.

"Memang di dalam UU 40 tidak ada mekanisme atau skema bagi mereka yang berhenti bekerja. Seperti putus hubungan kerja (PHK) karena hukum/perjanjian kerjanya habis, karena berselisih atau mengundurkan diri. Tapi skema ini kita akan masukan ke dalam perubahan PP ini," lanjutnya.

Namun dengan catatan, ketika pekerja tersebut berhenti bekerja dengan alasan apapun (bukan karena mencapai usia pensiun, bukan meninggalkan Indonesia, bukan cacat tetap, atau bukan meninggal dunia) maka satu bulan setelah berhenti bekerja diharapkan bisa mencairkan JHT tanpa menunggu 10 tahun.

"Sebagai contoh, jika masa kerjanya tiga tahun, ya tiga tahun itu diberikan jumlah iurannya. Kalau delapan tahun ya delapan tahun. Kalau 15 tahun ya 15 tahun," kata dia.

Sedangkan, poin kedua dalam perubahan yang usulkan adalah terkait pencairan setelah 10 tahun masa iuran, di mana dana yang dapat dicairkan sebesar 30 persen dari total saldo saat pekerja sudah menjadi peserta minimal 10 tahun. Adapun 70 persen sisanya diambil saat memasuki usia pensiun pada 56 tahun.

"Kita memakai satu angka 30 persen baik untuk perumahan atau keperluan lain. Tadinya kan 30 persen dan 10 persen. Perubahan itu yang akan kita usulkan," jelasnya.

Menurutnya, proses penyelesaian revisi PP akan menunggu hasil pembahasan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Surat Menteri Ketenagakerjaan kepada Menkumham sudah. Kalau tidak ada halangan apapun, besok kami ada rapat di Kumham untuk membicarakan masalah ini," ungkapnya.

Sedangkan terkait pencairan JHT para Pekerja yang terkena PHk, Muji menjelaskan bahwa bagi yang ter-PHK sebelum 1 Juli tetap akan menggunakan ketentuan lama.

"Saya sudah mengeluarkan surat agar itu dapat dilayani untuk pencairannya. Jadi sekarang sudah jalan, saya sudah menerima surat edaran BPJS Ketenagakerjaan atas kelanjutan surat saya kepada seluruh cabang itu dapat dilaksanakan," tandasnya. (Dny/Ndw)


Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya