Bos Pelindo II: Nilai Perpanjangan Konsesi JICT Baik untuk RI

Nilai perpanjangan konsesi perusahaan peti kemas terbesar di Indonesia sebesar US$ 265 juta.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Agu 2015, 20:10 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2015, 20:10 WIB
RJ Lino
(Foto: Indonesiaport)

Liputan6.com, Jakarta - Serikat Pekerja Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) menolak perpanjangan konsesi perusahaan peti kemas terbesar di Indonesia itu kepada perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holdings (HPH) hingga 2039. Penolakan tersebut dilandasi rasa kecewa terhadap Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino yang dianggap mengobral aset negara dengan nilai konsesi US$ 265 juta.

Lino begitu panggilan akrabnya mengklarifikasi hal tersebut kepada wartawan di kantor Kemenko Bidang Perekonomian. Dia justru melemparkan kesalahan ke serikat pekerja JICT yang kerap berdemo di pelabuhan.

"Jangan bela orang-orang yang selalu bicara nasionalis, tapi selalu melakukan sabotase. Mematikan listrik, sistem IT disetop, apa itu nasionalis? Orang yang sabotase memberhentikan pelayanan kok dibelain sebagai pahlawan," ketus dia di Jakarta, Kamis (6/8/2015).

Terkait nilai penjualan atau konsesi perpanjangan JICT ke HPH senilai US$ 265 juta atau sekira Rp 3,58 triliun (asumsi kurs Rp 13.541 per dolar AS), Lino mengklaim, itu angka yang sangat baik untuk Indonesia.

"Itu nilai yang sangat baik bagi Indonesia. Saya bisa buktikan itu. Jadi kalau bicara (memperdebatkan) nilai penjualan, hanya orang yang mencari persoalan saja. Ini orang-orang yang sabotase aset negara, karena orang yang sabotase aset negara hukumannya 20 tahun, jadi mereka cari cara," tegas Lino.

Terkait penurunan nilai penjualan di dokumen Perjanjian Perubahan Terhadap Amandemen Perjanjian Pemberian Kuasa pada 5 Agustus 2014, Lino kembali membela diri. Padahal dalam perjanjian tersebut, tidak ada angka US$ 265 juta melainkan nilai US$ 215 juta sebagai angka perpanjangan konsesi.

"Nilai itu dibikin Deutsche Bank (DB), perusahaan yang tidak bisa disogok. Saya bilang nilainya sekian, itu tidak bisa. Kalau merugikan negara, berarti Deutsche Bank yang salah tapi tidak mungkin mereka salah. Mereka itu sangat profesional menilai suatu aset," jelas dia.

Setelah mendapat nilai valuasi aset dari Deutsche Bank, sambungnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan hal yang sama. Kemudian Pelindo II melelang kembali penawaran konsesi JICT kepada perusahaan, selain HPH.

"BPKP menilai lagi, nilainya wajar tidak. Lalu kita lelang lagi ke selain Hutchison. Tapi semua orang tidak berani dengan penawaran yang HPH beri. Itu artinya apa? Angka itu adalah penawaran yang sangat baik untuk Indonesia," terang Lino. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya