Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia memberikan "sanksi" terhadap JP Morgan Chase and Co setelah perusahaan investasi itu memberikan rekomendasi terhadap surat utang atau obligasi Indonesia. Akan tetapi pemerintah Indonesia tidak menjelaskan lebih detil sanksi yang diberikan.
Rekomendasi JP Morgan terhadap prospek obligasi Indonesia telah membuat sentimen negatif terhadap Indonesia lantaran ekonomi rapuh dengan melambatnya konsumsi masyarakat domestik, cadangan devisa menurun, dan harga komoditas tertekan.
JP Morgan mengubah pandangannya dari underweight dari overweight terhadap obligasi Indonesia dalam laporan 20 Agustus 2015. Hal itu dipicu dari China sengaja melemahkan mata uangnya Yuan dan rencana kenaikan pinjaman pemerintah Indonesia.
Advertisement
Laporan itu mendapatkan reaksi dari Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo. Laporan JP Morgan itu dinilai telah menyebarkan kepanikan di Indonesia.
"Ketika ada analis negatif tentang Indonesia, kami sebagai otoritas harus mengambil tindakan karena tidak peduli apa. Ini sesuatu yang tidak etis, mengubah negara menjadi suatu alat komoditas," kata Bambang, seperti dikutip dari laman yahoofinance, Kamis (27/8/2015).
Ketika ditanya sanksi yang diberikan, Bambang menolak untuk menjelaskan lebih detil. Bambang memberikan candaan kalau JP Morgan harus mendapatkan hukuman push-up sekitar 100 kali.
Juru bicara JP Morgan pun menolak berkomentar.
Laporan JP Morgan Soal Obligasi RI
Laporan JP Morgan Soal Obligasi RI
Strategi JP Morgan mengubah prospek terhadap obligasi Indonesia dari overweight menjadi underweight. Ada sejumlah faktor terutama eksternal yang mengubah pandangan tersebut. Akan tetapi, JP Morgan masih menetapkan overweight terhadap obligasi Indonesia.
Analis JP Morgan Arthur Luk dan Bert Gochet dalam laporannya, 20 Agustus 2015 menyebutkan faktor yang mempengaruhi pandangan itu antara lain pertama, China telah melemahkan mata uang atau devaluasi Yuan telah mengubah kondisi pasar negara berkembang Asia dari low beta menjadi higher beta. Tingkat beta ini merupakan tingkat sentivitas terhadap perubahan tingkat bunga di negara-negara berkembang. Biaya lindung nilai mata uang atau hedging akan meningkat, sehingga imbal hasil obligasi juga mengalami peningkatan.
Kedua, selama beberapa hari lalu, indeks global GBI-EM mulai menunjukkan aliran dana keluar. Ketiga, pinjaman pemerintah juga naik 10 persen untuk anggaran tahun depan.
Underweight yaitu ada risiko pada obligasi Indonesia untuk underperform dalam tiga bulan ke depan.
JP Morgan melihat kalau devaluasi Yuan akan menyebabkan tren menurun di kawasan Asia termasuk Indonesia. Pasar obligasi negara berkembang sering dilihat sebagai wilayah low beta untuk investor obligasi. JP Morgan mengkhawatirkan kalau investor akan mengurangi posisinya di Asia termasuk Indonesia.
Apalagi investor asing mulai keluar dari pasar berkembang. Sementara itu, investor asing memegang obligasi sekitar Rp 534 triliun pada jelang akhir Agustus.
Berdasarkan data EPFR atau penyedia data arus kas, aliran dana investor asing keluar dari pasar obligasi negara berkembang mencapai US$ 2 miliar. Aliran dana keluar itu juga cukup cepat sejak China melemahkan mata uangnya atau devaluasi Yuan. Aksi tersebut bukan merupakan langkah baik bagi aset negara berkembang yang telah susut 10,8 persen year to date.
Ketiga, analis JP Morgan khawatir kalau persediaan obligasi Indonesia lebih besar dari anggaran 2015. Penawaran obligasi lebih besar dapat menganggu defisit anggaran mengingat penerimaan pajak kemungkinan tidak dapat mencapai target. Bila ada kesenjangan itu maka pemerintah akan mencari sumber pendanaan baru, atau mengurangi belanja.
JP Morgan pun merevisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan devaluasi Yuan tersebut. Pada akhir 2015, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di kisaran 14.300 dari awal target 14.000.
"Dengan pertumbuhan risiko lebih besar maka investor akan mengurangi posisi kas," tulis riset tersebut.
Meski demikian, ada faktor mendukung prospek obligasi Indonesia ke depan. Hal itu inflasi diprediksikan 4 persen pada Desember. Dalam pandangan JP Morgan, inflasi rendah dapat menguntungkan pemegang obligasi terutama investor asing jika mendorong penguatan mata uang. "Akan tetapi bila rupiah tidak murah, dan BI mengeluarkan kebijakan moneter dukung mata uang maka inflasi rendah tidak terlalu pengaruh untuk laju obligasi," tulis JP Morgan.
Laporan JP Morgan pun dikabarkan telah salah diartikan sehingga sempat membuat ramai pasar keuangan Indonesia. Hal itu lantaran ada kabar Analis JP Morgan yang menyarankan investor hengkang dari Indonesia. Laporan itu ditulis dalam sebuah blog. (Ahm/Gdn)
Advertisement