Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menolak dua proposal kereta cepat (High Speed Train/HST) rute Jakarta-Bandung dari China dan Jepang. Atas keputusan ini, Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia, Yasuaki Tanizaki mengungkapkan kekecewaannya kepada pemerintah Indonesia.
Kekecewaan tersebut dilontarkan Tanizaki saat menemui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (4/9/2015).
"Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan. Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikan ke Tokyo," terang dia.
Kekecewaan Jepang, disebutkan Tanizaki, karena alasan pertama, pemerintah Jepang telah menggelontorkan dana cukup besar untuk menggarap studi kelayakan (feasibilty study/FS) kereta cepat. Kedua, Jepang menawarkan teknologi terbaik, termasuk keamanan untuk proyek ini.
"Karena menghabiskan uang untuk feasibilty study, tapi tentu saja terserah kepada pemerintah Indonesia walaupun sebenarnya kami lebih senang kalau mengerjakan kereta cepat dan bisa dirasakan orang Indonesia," jelas Tanizaki.
Menurutnya, Jepang menggarap studi kelayakan kereta cepat Jakarta-Bandung selama tiga tahun. Bahkan proyek ini melibatkan pakar teknologi Jepang yang bermitra dengan Indonesia.
Lalu apakah kekecewaan tersebut akan berbuntut pada komitmen Negeri Matahari Terbit ini untuk berinvestasi di Indonesia? "Tidak, saya pikir seperti itu. Hubungan bilateral kami tetap kuat dan stabil karena Jepang dan Indonesia adalah mitra strategis," pungkas Tanizaki.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak proposal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang diajukan oleh China dan Jepang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution usai Rakor Deregulasi menjelaskan secara detail mengenai hasil pembahasan antara Tim Penilai dengan Presiden Jokowi perihal kereta cepat yang disampaikan Kamis siang 3 September 2015.
Dia menegaskan keputusan Jokowi pertama adalah pembangunan kereta cepat tidak boleh menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) langsung maupun tidak langsung. Baik dalam bentuk dana maupun suntikan modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), serta penjaminan dari pemerintah.
Darmin menuturkan, jarak Jakarta-Bandung sekira 150 Kilometer (Km) membutuhkan 5 stasiun sampai 8 stasiun. Walau Shinkansen melesat dengan kecepatan 300 Km per jam, diakuinya, tidak akan pernah bisa mencapai kecepatan maksimum itu karena perlu waktu tempuh 14 menit.
Jadi disimpulkan Darmin, kereta belum sampai kecepatan penuh sudah mulai harus direm, sehingga kecepatan paling mentok 200 Km-250 Km per jam.
"Keputusan Presiden adalah kalau begitu jangan kereta cepat. Cukup kereta kecepatan menengah yang melesat dengan kecepatan 200 Km-250 Km per jam," terang Darmin.
Dengan kereta berkecepatan sedang, sambung dia, jarak tempuh hanya akan melambat 10 menit sampai 11 menit dari kereta cepat. Namun biaya investasinya bisa 30 persen-40 persen lebih murah dibanding membangun kereta Shinkansen.
Darmin mengatakan, hasil penilaian dari konsultan independen, Boston Consulting Group (BCG) disebutkan kedua proposal China dan Jepang sama-sama tidak merinci banyak hal soal kereta cepat, seperti standar pemeliharaan, standar pelayanan dan lainnya.
"Jadi Indonesia perlu merumuskan kereta api seperti apa yang diperlukan, misalnya di mana stasiun yang akan dibangun, di mana bersimpangan dengan kereta lain, ya mungkin berbatasan dengan kereta api ringan supaya jadi lebih optimum kegunaannya," tutur dia.
China dan Jepang, tambahnya, perlu memikirkan pengembangan wilayah paska stasiun terbangun yang akan berpotensi meningkatkan pertumbuhan pembangunan properti secara massal. "Semua itu harus dituang dalam kerangka kerja acuan. Jadi Presiden bentuk tim untuk menyusun kerangka acuan. Setelah itu, Jepang dan China dipersilakan menyusun proposal baru," terang dia.
Darmin tak menampik dengan pertanyaan penolakan dua proposal China dan Jepang untuk proyek kereta cepat Jokowi. Dia hanya mengingatkan agar proposal anyar dari kedua negara tersebut didesain sesuai kerangka acuan dan sudah dirumuskan.
"Ya bisa dua-duanya (ditolak). Kalau masuk dua, maka keduanya dievaluasi siapa bidder unggulan. Tapi yang satu lagi mundur. Semua ini dirancang dalam skema B to B, jadi bagaimana rancangannya, Kementerian BUMN yang akan mengambil peranan utama," kata dia.
Setelah ada penawaran unggulan, Darmin menuturkan, Tim kerangka acuan akan berunding dengan bidder unggulan sehingga bisa dicapai kesepakatan harga efisien dan kualitas terbaik. "Kalau gagal mencapai kesepakatan bisa pindah ke yang satu lagi. Ini yang akan diperdalam," ucap dia. (Fik/Gdn)
Jepang Kecewa dengan RI Karena Proposal Kereta Cepat Ditolak
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak proposal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang diajukan oleh China dan Jepang.
diperbarui 04 Sep 2015, 15:15 WIBDiterbitkan 04 Sep 2015, 15:15 WIB
Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia, Yasuaki Tanizaki mengungkapkan kekecewaannya kepada pemerintah Indonesia (Foto: Fiki Ariyanti/Liputan6.com).
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Tua Muda Bergembira di Pasar Malam Empat Satoe Slank
Studi: Menggunakan Pengering Tangan Usai BAB Bisa Sebarkan Bakteri Fases
Diakui Secara Internasional, Pengelolaan Risiko Dapen BRI Raih Sertifikasi ISO 31000:2018
Grup KAI Angkut 22,9 Juta Penumpang selama Nataru 2024/2025
VIDEO: Pekerja Tertimpa Ratusan Lembar Kaca di Kapuk Cengkareng, Kaki Luka Parah
KPK Yakin Hasto PDIP Koorperatif Jalani Proses Hukum
Libur Nataru 2024/2025 Usai, Seperti Ini Suasana Arus Balik di Stasiun Pasar Senen
5 Cara Untuk Memperlambat Penurunan Mental, Terjadi pada Otak Usia 50-an
Kejutan Setelah Pemilu, Saham Rivian Melonjak Gara-Gara Ini
Deretan Hoaks Terkini dari Peristiwa Luar Negeri
71 Ribu Perempuan Indonesia Ingin Menikah dan Tetap Childfree
Apple Temui Kemenperin 7 Januari 2025, iPhone 16 Segera Masuk Indonesia?