Menteri BUMN Janji Bakal Jalankan Proyek Kereta Cepat

kecepatan kereta Jakarta Bandung tidak lagi mencapai 350 kilometer per jam seperti yang dijanjikan pemerintah sebelumnya.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 04 Sep 2015, 17:15 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2015, 17:15 WIB
20150813-Kereta-Cepat-Cina-Jakarta-Rini-Soemarno
Kereta Cepat Buatan Cina (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memastikan akan tetap melanjutkan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak proposal proyek dari China dan.  Hanya saja, kecepatan kereta tersebut tidak lagi mencapai 350 kilometer (km) per jam seperti yang dijanjikan pemerintah sebelumnya.

"Saya rasa kalau jadi pasti jadi, tinggal speed berapa, mengingat kami harus kalkulasi jumlah stasiunnya, titik Jakarta-Badung akan berhenti di mana saja," kata Rini di Kementerian BUMN, Jumat (4/9/2015).

Kepastian pembangunan kereta cepat tersebut ditegaskan Rini karena BUMN memiliki misi untuk mengembangkan kota-kota baru sepanjang jalur yang dilalui oleh kereta cepat tersebut.

Salah satu daerah yang ingin dikembangkan adalah Walini yang merupakan area kebun teh milik PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero). Area tersebut saat ini tengah dikembangkan sebagai daerah wisata dan ke depan akan dijadikan kota wisata.

Setelah proposal Jepang dan China‎ ditolak oleh Presiden dan Presiden lebih memilih untuk membangun kereta dengan kecepatan sedang, konsorsium BUMN yang di pimpin oleh PT Wijaya Karya (Persero) tengah mengkaji ulang proposal yang telah diajukan China dan Jepang. Kajian ini terkait berapa kecepatan kereta cepat tersebut dan berapa investasi yang akan digelontorkan.

"Harapannya secepatnya bisa kita putuskan, paling tidak bulan ini sudah ada kepastiannya," tutup Rini‎.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak proposal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang diajukan oleh China dan Jepang.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution usai Rakor Deregulasi menjelaskan secara detail mengenai hasil pembahasan antara Tim Penilai dengan Presiden Jokowi perihal kereta cepat yang disampaikan Kamis siang 3 September 2015.

Dia menegaskan keputusan Jokowi pertama adalah pembangunan kereta cepat tidak boleh menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) langsung maupun tidak langsung. Baik dalam bentuk dana maupun suntikan modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), serta penjaminan dari pemerintah.

Darmin menuturkan, jarak Jakarta-Bandung sekira 150 Kilometer (Km) membutuhkan 5 stasiun sampai 8 stasiun. Walau Shinkansen melesat dengan kecepatan 300 Km per jam, diakuinya, tidak akan pernah bisa mencapai kecepatan maksimum itu karena perlu waktu tempuh 14 menit.

Jadi disimpulkan Darmin, kereta belum sampai kecepatan penuh sudah mulai harus direm, sehingga kecepatan paling mentok 200 Km-250 Km per jam.

"Keputusan Presiden adalah kalau begitu jangan kereta cepat. Cukup kereta kecepatan menengah yang melesat dengan kecepatan 200 Km-250 Km per jam," terang Darmin.

Dengan kereta berkecepatan sedang, sambung dia, jarak tempuh hanya akan melambat 10 menit sampai 11 menit dari kereta cepat. Namun biaya investasinya bisa 30 persen-40 persen lebih murah dibanding membangun kereta Shinkansen.

Darmin mengatakan, hasil penilaian dari konsultan independen, Boston Consulting Group (BCG) disebutkan kedua proposal China dan Jepang sama-sama tidak merinci banyak hal soal kereta cepat, seperti standar pemeliharaan, standar pelayanan dan lainnya.

"Jadi Indonesia perlu merumuskan kereta api seperti apa yang diperlukan, misalnya di mana stasiun yang akan dibangun, di mana bersimpangan dengan kereta lain, ya mungkin berbatasan dengan kereta api ringan supaya jadi lebih optimum kegunaannya," tutur dia.

China dan Jepang, tambahnya, perlu memikirkan pengembangan wilayah paska stasiun terbangun yang akan berpotensi meningkatkan pertumbuhan pembangunan properti secara massal. "Semua itu harus dituang dalam kerangka kerja acuan. Jadi Presiden bentuk tim untuk menyusun kerangka acuan. Setelah itu, Jepang dan China dipersilakan menyusun proposal baru," terang dia.

Darmin tak menampik dengan pertanyaan penolakan dua proposal China dan Jepang untuk proyek kereta cepat Jokowi. Dia hanya mengingatkan agar proposal anyar dari kedua negara tersebut didesain sesuai kerangka acuan dan sudah dirumuskan.

"Ya bisa dua-duanya (ditolak). Kalau masuk dua, maka keduanya dievaluasi siapa bidder unggulan. Tapi yang satu lagi mundur. Semua ini dirancang dalam skema B to B, jadi bagaimana rancangannya, Kementerian BUMN yang akan mengambil peranan utama," kata dia.

Setelah ada penawaran unggulan, Darmin menuturkan, Tim kerangka acuan akan berunding dengan bidder unggulan sehingga bisa dicapai kesepakatan harga efisien dan kualitas terbaik. "Kalau gagal mencapai kesepakatan bisa pindah ke yang satu lagi. Ini yang akan diperdalam," ucap dia.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya