Jelang Pertemuan The Fed, Harga Emas Tergelincir

Harga emas melemah US$ 6 atau sekitar 0,5 persen menjadi US$ 1.103,30 per ounce.

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Sep 2015, 06:33 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2015, 06:33 WIB
Pasar Saham Global Bergejolak, Harga Emas Ikut Turun
Aksi jual terjadi dan kekhawatiran terhadap situasi ekonomi China membuat harga emas turun 0,5 persen menjadi US$ 1.153,60 per ounce.

Liputan6.com, Chicago - Menjelang akhir pekan, harga emas berjangka cenderung tertekan seiring investor menunggu keputusan kunci bank sentral Amerika Serikat/The Federal Reserve soal suku bunga pada pekan depan.

Harga emas berjangka untuk pengiriman Desember melemah US$ 6 atau 0,5 persen menjadi US$ 1.103,30 per ounce di divisi Comex. Harga emas alami penurunan terbesar mingguan 1,6 persen.Sementara itu, harga perak untuk pengiriman Desember turun 14 sen atau 1 persen menjadi US$ 14.505 per ounce. Harga perak alami kerugian sebesar 0,3 persen selama sepekan.

Investor kini fokus terhadap pertemuan bank sentral Amerika Serikat/The Federal Reserve pada 16-17 September 2015. Pertemuan The Fed tersebut dapat mempengaruhi harga emas dalam jangka pendek.

Kenaikan suku bunga dapat mendorong dolar AS lebih tinggi tetapi dapat memberikan tekanan ke harga komoditas denominasi dolar AS seperti emas sehingga lebih mahal untuk pembeli di mata uang lainnya.

"Kekhawatiran melemahnya data China juga dapat menambah tekanan menjelang keputusan suku bunga AS pada pekan depan. Akan tetapi jika The Fed tidak menaikkan setidaknya menghapus tekanan terhadap harga emas," kata Adrian Ash, Kepala Riset BullionVault seperti dikutip dari laman Marketwatch, Jumat (12/9/2015).

Ash mengatakan, dalam konsensus yang berkembang menyatakan kalau The Fed mengangkat suku bunga maka dapat menekan harga emas dalam jangka pendek.

Bila melihat secara teknikal, Analis Fawad Razaqzada mengatakan beberapa data penting dari China dapat menyebabkan volatilitas di pasar. "Tetapi emas telah turun meski dolar AS melemah pekan ini, dan pasar saham juga tidak pasti. Ini bukan pertanda baik untuk komoditas logam," kata Fawad. (Ahm/Igw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya