Profil Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Prediksi Cuaca di Indonesia Tahun 2025 Akan Lebih Panas

Prof. Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, adalah akademisi dan teknokrat Indonesia yang berperan penting dalam pengembangan sistem peringatan dini multi-bahaya. Sebagai peneliti dan pemimpin, ia telah berkontribusi besar dalam mitigasi bencana di Indonesia dan internasional.

oleh Shani Ramadhan Rasyid diperbarui 06 Nov 2024, 12:22 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2024, 12:22 WIB
Kepala Badan Meteorologi, Klimatilogi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mewanti-wanti adanya potensi banjir rob sehari sebelum Lebaran atau lebih tepatnya pada 9 April 2024 akibat fenomena Supermoon.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatilogi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mewanti-wanti adanya potensi banjir rob sehari sebelum Lebaran atau lebih tepatnya pada 9 April 2024 akibat fenomena Supermoon. (Instagram @dwikoritakarnawati)

Liputan6.com, Jakarta Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., atau akrab disapa Prof. Rita, lahir di Yogyakarta pada 6 Juni 1964. Ia dikenal luas sebagai seorang akademisi dan teknokrat yang memiliki kontribusi besar dalam mitigasi bencana di Indonesia. Saat ini, beliau menjabat sebagai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), posisi yang diembannya sejak November 2017. Sebelumnya, Prof. Rita juga pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terkenal di Indonesia, serta aktif dalam berbagai riset bencana alam.

Sebagai seorang ahli geologi lingkungan dan mitigasi bencana, Prof. Rita memiliki rekam jejak yang sangat mengesankan dalam dunia akademis dan penelitian. Ia memperoleh gelar Ph.D. dalam Earth Science dari Leeds University, Inggris, pada tahun 1996. Penelitiannya di bidang sistem peringatan dini bencana, khususnya bencana hidrometeorologis dan tanah longsor, telah mendapat pengakuan internasional. Ia juga dianugerahi berbagai penghargaan atas kontribusinya dalam pengurangan risiko bencana dan mitigasi bencana.

Dalam perjalanan kariernya, Prof. Rita telah bekerja sama dengan berbagai lembaga internasional, seperti Bank Dunia, Japan International Cooperation Agency (JICA), dan British Council, dalam mengembangkan sistem peringatan dini multi-bahaya. Sistem ini sangat penting untuk meningkatkan ketahanan hidup masyarakat Indonesia terhadap bencana alam.

Berikut profil selengkapnya:

 

Pendidikan dan Karier Akademik

Pendidikan Dwikorita dimulai dari SMA Negeri 1 Yogyakarta, lalu ia melanjutkan studi di Universitas Gadjah Mada dan memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi pada tahun 1988. Tidak berhenti di situ, ia melanjutkan studi ke Leeds University, Inggris, di bidang Engineering Geology dan meraih gelar Master pada 1992, serta Ph.D. pada 1996. Keilmuan dan pengalamannya dalam geologi sangat mendalam, yang membantunya dalam merancang solusi konkret untuk mitigasi bencana.

Pada awal kariernya, Dwikorita memulai perjalanan sebagai dosen di UGM, yang kemudian menuntunnya untuk menduduki posisi Rektor UGM pada periode 2014-2017. Sebagai Rektor, ia memimpin universitas terbesar di Indonesia dengan lebih dari 55.000 mahasiswa, memperkuat program penelitian dan pengembangan di bidang mitigasi bencana dan geologi.

Kontribusi Besar dalam Sistem Peringatan Dini Bencana

Dwikorita telah memberikan banyak kontribusi besar dalam pengembangan sistem peringatan dini untuk bencana alam, baik di Indonesia maupun internasional. Salah satu pencapaiannya yang paling menonjol adalah penelitiannya terkait dengan sistem peringatan dini longsor berbasis masyarakat, yang mendapat pengakuan sebagai salah satu penelitian terbaik di bidang pengurangan risiko bencana tanah longsor oleh International Consortium on Landslides (ICL) pada tahun 2011.

Selain itu, ia juga terlibat dalam pengembangan sistem peringatan dini multi-bahaya yang melibatkan teknologi canggih seperti Big Data, Internet of Things (IoT), dan Kecerdasan Buatan (AI). Sebagai Kepala BMKG, ia memimpin implementasi inovasi teknologi untuk memperkuat sistem prakiraan cuaca dan mitigasi bencana di Indonesia.

Peran Internasional dalam Mitigasi Bencana

Di tingkat internasional, Dwikorita dikenal sebagai pemimpin yang berpengaruh. Sejak 2015, ia menjabat sebagai Wakil Presiden International Consortium on Landslides (ICL), di mana ia mempromosikan integrasi sensor teknis dan sensor manusia untuk sistem peringatan dini bencana. Pada tahun 2019, ia terpilih sebagai Ketua Kelompok Koordinasi Antar Pemerintah dalam Sistem Peringatan dan Mitigasi Tsunami Samudera Hindia (IOTWMS).

Pengalamannya dalam berkolaborasi dengan lembaga internasional membuat Indonesia semakin diakui dalam hal pengembangan teknologi mitigasi bencana. Prof. Rita juga telah diundang sebagai pembicara kunci dalam berbagai konferensi internasional di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Australia.

Penerimaan Penghargaan dan Penghormatan Internasional

Dwikorita telah menerima berbagai penghargaan atas dedikasinya dalam mitigasi bencana. Penghargaan ini termasuk Leverhulme Professorship Award dari Bristol University dan program penelitian senior Fulbright di San Diego State University. Tidak hanya itu, berbagai hibah penelitian dari Bank Dunia dan JICA telah mendukung inisiatif-inisiatif besarnya, termasuk pengembangan sistem peringatan dini multi-bahaya untuk Indonesia.

Sebagai tokoh yang dihormati, Dwikorita sering diundang untuk berbicara dalam forum-forum internasional mengenai pengurangan risiko bencana, berbagi pengalaman dan praktik terbaiknya di berbagai negara.

Prediksi Indonesia Mengalami Suhu Lebih Panas pada 2025

Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan suhu yang lebih panas pada tahun 2025. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers daring terkait Climate Outlook 2025, yang diselenggarakan pada Senin (4/11/2024).

Dwikorita menjelaskan bahwa suhu permukaan rata-rata bulanan di Indonesia pada 2025 diprediksi mengalami anomali sekitar +0,3 hingga +0,6 derajat Celsius. Anomali suhu yang diperkirakan terjadi pada bulan Mei hingga Juli 2025 ini dapat mengarah pada kondisi yang lebih hangat, dengan rata-rata kenaikan suhu diperkirakan sekitar 0,4 derajat Celsius.

"Artinya ini lebih hangat, lebih panas sebesar +0,3 hingga +0,6 derajat Celsius pada bulan Mei hingga Juli 2025 dengan rata-rata lebih hangatnya ini 0,4 derajat Celsius," ujar Dwikorita pada Selasa (5/11/2024).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya