Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolarmenjadi mimpi buruk bagi sektor bisnis yang melakukan impor, termasuk PT Pertamina (Persero), yang masih impor minyak. Tapi, PT Pertamina memiliki jurus dalam menghadapai penguatan kurs dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi belakangan ini.
Vice Presiden Corporate Commmunication Wianda Pusponegoro mengatakan, untuk mengurangi tekanan dolar yang kian perkasa, Pertamina telah memanfaatkan fasilitas perlidungan mata uang atau hedging yang disediakan oleh tiga Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu Bank Mandiri, BRI dan BNI.
"Cost of money meningkat mengurangi beban impor, kita pakai fasilitas hedging, kita punya platform US$ 2,5 miliar. Ini sangat positif mengurangi kerentanan kita terhadap fluktuasi dolar terhadap rupiah," kata Wianda, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Advertisement
Wianda menambahkan, agar bisa stabil di tengah gejolak ekonomi, Pertamina juga melakukan efisiensi seperti pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak mentah dan menurunkan tingkat kehilangan (losses).
"Losses kita turunkan kita kurangi semacam intensitas, human IT (information and technology) kita libatkan hal seperti itu mengurangi loses," tuturnya.
Dia juga menuturkan, di tengah gejolak ekonomi yang ada, Pertamina juga melakukan efisiensi biaya. Dikatakannya, tahun ini Pertamina menargetkan efisiensi sebesar US$ 500,42 juta. Sementara realisasi efisiensi hingga kini yang mencapai US$ 369,52 juta.
"Target kita efisiensi US$ 500,42 juta, saat ini US$ 369,52 juta," tutupnya. (Pew/Zul)