Produktivitas Rendah, Buruh Salahkan Upah Murah

jaminan sosial (jamsos) yang diberikan oleh pemerintah dan penyelenggaran program jamsos juga dinilai belum menyentuh ke kalangan buruh

oleh Septian Deny diperbarui 23 Des 2015, 18:51 WIB
Diterbitkan 23 Des 2015, 18:51 WIB
20151124-Demo-Buruh-YR
Ratusan buruh menggelar aksi demo di kawasan industri Pulogadung, Jakarta, Selasa (24/11/2015). Buruh menuntut dicabutnya Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia sebentar lagi akan memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Namun sayangnya banyak kalangan yang menilai para pekerja Indonesia belum siap bersaing saat pasar bebas ini berlangsung lantaran tingkat produktivitas yang masih rendah.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai rendahnya produktivitas ini bukan karena pekerja Indonesia malas, melainkan upah yang diterima masih rendah. Sehingga tidak ada keinginan untuk meningkatkan produktivitasnya.

"Tingkat upah kita masih rendah, kita jauh di bawah Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina. Bagaimana produktivitas bisa tinggi kalau upahnya murah," ujarnya di Jakarta, Rabu (23/12/2015).

Selain soal upah, jaminan sosial (jamsos) yang diberikan oleh pemerintah dan penyelenggaran program jamsos juga dinilai belum menyentuh ke semua kalangan buruh. Hal ini membuat peningkatan produktivitas bukan menjadi prioritas bagi para pekerja.

"Produktivitas harus seiring dengan kesejahteraan, jaminan pensiun, kaminan kesehatan, jaminan sosial. Sistem jaminan Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina jauh lebih baik, oleh karena itu produksivitas harus ditingkatkan seiring dengan peningkatan kesejahteraan," kata dia.

Selain soal produktivitas, para pekerja Indonesia juga dinilai bakal kalah bersaing karena tingkat pendidikan yang masih rendah. Untuk itu, pemerintah diminta segera membenahi hal ini.

"Data dari BPS, tingkat pendidikan buruh Indonesia 70 persen itu SMP ke bawah, bagaimana mungkin dengan pendidikan seperti ini buruh bisa bersaing. Oleh karena itu pemerintah harus dorong pendidikan wajib belajar 12 tahun atau sampai SMA. Jadi kalau melihat kesiapan Indonesia, masih jauh," tandasnya. (Dny/Zul)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya