BBM Sudah Tak Disubsidi, Program RFID Ikut Dihentikan

Program RFID merupakan salah satu jurus untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi pada era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Feb 2016, 11:59 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2016, 11:59 WIB
Ratusan Kendaraan 2 Instansi Pemerintah Dipasang RFID
Sekitar 300 unit RFID dipasang pada kendaraan di lingkungan kantor pusat PT Pertamina dan Sekretaris Wakil Presiden.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui PT Pertamina pernah menggalakkan program Sistem Monitoring dan Pengendalian (SMP) Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui penggunaan teknologi informasi Radio Frequency Identification (RFID).‎ Dalam program ini, dilakukan pemasangan RFID pada mulut tangki kendaraan masyarakat.

Program tersebut merupakan salah satu jurus untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi pada era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) seiring lonjakan subsidi BBM.

Kabar terbaru, Pertamina ternyata telah menghentikan program RFID tersebut. Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Iskandar mengatakan, program RFID yang bertujuan untuk mengontrol konsumsi BBM bersubsidi itu sudah dihentikan seiring pencabutan subsidi BBM.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang memutuskan untuk menghapus subsidi BBM jenis premium dan hanya menyubsidi solar sebesar Rp 1.000 per liter. ‎"Sudah nggak digunakan, kan nggak disubsidi lagi," kata Iskandar di Jakarta, Kamis (18/2/2016).

‎Iskandar menjelaskan, pemasangan alat RFID sebelumnya ditargetkan pada 100 juta kendaraan. Namun hingga saat ini alat tersebut baru menempel di 400 ribu kendaraan, dengan biaya yang dikeluarkan Pertamina sekitar Rp 5.000 per RFID.


Selain memasang RFID pada kendaraan, Pertamina juga memasang pada ujung kran pompa penyaluran BBM (nozzle) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), meski berbeda dengan RFID yang dipasang pada kendaraan. RFID pada nozzle akan dimanfaatkan sebagai pencatat transaksi penjualan BBM.

"Kita sekarang sedang kembangkan yang internal saja untuk memonitor transaksi harian atau call signment. Peralatan yang sudah dipasang di SPBU akan digunakan untuk call signment," tutur Iskandar.

Pemanfaatan tersebut untuk menunjang rencana Pertamina‎ mengubah mekanisme penyalu‎ran BBM ke SPBU, untuk meningkatkan stok BBM.

Iskandar mengungkapkan, perubahan mekanisme tersebut berupa perubahan pola beli pada titik serah (konsinyasi) BBM, yang sebelumnya dibeli SPBU dari Pertamina, menjadi Pertamina  menitipkan BBM tersebut ke SPBU. Kemudian SPBU membayar BBM sesuai penjualan ke Pertamina.

‎"Nah kita sedang menuju ke program konsinyasi atau call signment. Ke depan kan pengusaha nggak perlu beli BBM ke kita (Pertamina)," tutur Iskandar.

Perubahan mekanisme tersebut akan diujicobakan dalam waktu dekat pada 5 SPBU di Jakarta. Tujuan perubahan mekanisme tersebut untuk‎ meningkatkan kapasitas stok Pertamina karena BBM telah tersimpan langsung di SPBU dan lebih menjamin usaha SPBU karena tidak perlu modal pembelian BBM.

"Daripada beli atau sewa tangki timbun mending seperti ini. Mending di end atau dekat dengan consumer karena lebih murah ketimbang sewa," dia menjelaskan.

Menurut Iskandar, mekanisme tersebut sudah dilakukan pada kegiatan bisnis BBM Internasional.‎ "Itu best practise internasional. Harus ke sana arahnya. Jadi nanti, minyak itu punya Pertamina," tutup Iskandar. (Pew/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya