Liputan6.com, Jakarta - PwC Indonesia mengumumkan survei global mencakup 10 ribu responden kalangan pebisnis dari 127 negara dunia. Dalam temuannya, PwC Indonesia mencatat setiap harinya serangan kejahatan dunia maya atau cyber crime mencapai 160 ribu serangan. Pelaku utama cyber crime adalah orang dalam, yakni karyawan maupun mantan karyawan.
Direktur PwC Indonesia, Handikin Setiawan mengungkapkan, survei ini hadir untuk menjawab kemajuan teknologi informasi, khususnya internet yang mulai banyak digunakan untuk pelaporan keuangan. Perkembangan teknologi informasi tersebut mengingatkan ancaman kejahatan dunia maya, sehingga perlu dilakukan pengelolaan yang baik terhadap data.
"Jumlah insiden atau serangan yang dilaporkan pada tahun lalu naik 40 persen atau 60 juta serangan. Itu artinya ada sebanyak 160 ribu serangan cyber crime per hari. Jadi tidak ada organisasi yang bisa mengklaim tidak bisa diserang hacker, karena tinggal kapannya saja," tegasnya di Jakarta, Selasa (29/3/2016).
Baca Juga
Kejahatan dunia maya atau cyber crime, diakui Handikin, telah menyerang Bank Sentral Bangladesh. Sebanyak US$ 81 juta atau Rp 1,06 triliun melayang dibobol hacker. Akibat kejadian pembobolan itu, dua deputi bank sentralnya dipecat, dan Gubernur Bank Sentral Bangladesh mengundurkan diri.
Kasus tersebut bisa menjadi pelajaran bagi seluruh negara termasuk Indonesia untuk menangkal serangan tersebut. Pasalnya kejahatan dunia maya sangat berdampak besar terhadap industri.
Jenis serangan ini, sambungnya semakin bertambah dan kompleks seiring perkembangan teknologi informasi. Jurus-jurus menangkal kejahatan dunia maya pun berubah mengikuti kemajuan teknologi informasi, karena hacker sangat agresif mencari data dan informasi, bahkan demi tujuan atau motif ekonomi alias mengeruk keuntungan.
Lebih jauh Handikin mengaku, pelaku kejahatan utama yang meretas sistem teknologi informasi adalah karyawan dan mantan karyawan. Hal ini dikatakan 10 ribu pebisnis di seluruh dunia. "Hacker yang canggih-canggih atau pelaku kejahatan tidak jauh-jauh dari sekitar kita. Pihak lain pelaku cyber crime adalah pihak ketiga, yakni suplier, vendor dan kontraktor," jelasnya.
Dalam tiga tahun terakhir, lanjutnya, perekonomian dunia sedang melambat, sehingga mendorong belanja global untuk keamanan teknologi informasi menurun. Tapi kini, Handikin bilang, belanja security cyber meningkat meski ekonomi dunia masih lesu.
"Itu karena kita harus meningkatkan kapabilitas untuk menanggulangi cyber crime karena nge-hack bukan cuma dari komputer tapi sekarang sudah membidik teknologi ponsel. Jadi password tidak cukup lagi sebagai pengaman," kata Handikin. (Fik/Gdn)