Fitra: Tax Amnesty Bukan Solusi Kasus Panama Papers

Kasus Panama Papers dan pengajuan RUU Tax Amnesty berpotensi menyandera RAPBN-P 2016 yang rencananya akan dibahas pada Mei-Juni 2016.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 14 Apr 2016, 13:15 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2016, 13:15 WIB
Pemprov Banten Incar 44 Ribu Wajib Pajak Gunakan e-Filling
Pemerintah Provinsi Banten menargetkan 44 ribu wajib pajak dapat menggunakan e-Filling, sistem pelaporan dan pembayaran pajak.

Liputan6.com, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Indonesia (Fitra) menilai kasus Panama Papers dan pengajuan Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak (RUU Tax Amnesty) berpotensi menyandera RAPBN-P 2016 yang rencananya akan dibahas pada Mei-Juni 2016.

Alasannya, kebijakan tax amnesty tersebut tidak akan berpengaruh besar untuk menutup defisit anggaran tapi justru hanya memberi 'karpet merah' bagi pengemplang pajak.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Fitra Yenny Sucipto mengungkapkan, APBN Indonesia masih mencatatkan defisit ratusan triliun rupiah dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara andalan penerimaan negara bersumber dari penerimaan pajak yang diprediksi terjadi kekurangan setoran (shortfall) hingga Rp 200 triliun dari target Rp 1.300 triliun di APBN 2016.

"Jalan pintas pemerintah cuma menurunkan target penerimaan pajak dan tax amnesty supaya dana orang Indonesia di luar negeri ditarik. Tapi pembahasan dengan DPR saja masih alot," katanya saat Konferensi Pers di kantor FITRA, Jakarta, Kamis (14/4/2016).

Yenny menegaskan, potensi tersanderanya RAPBN-P 2016 karena menunggu pengesahan RUU Tax Amnesty menjadi UU. Kebijakan tersebut, dinilainya, sebagai pemancing bagi pemerintah untuk meraup penerimaan pajak dari uang tebusan pengampunan pajak yang diperkirakan sekitar Rp 60 triliun-Rp 80 triliun.

"Nilai segitu kan kecil untuk bisa menutup defisit APBN 2016 yang ditargetkan 2,1 persen dari total PDB. Seolah-olah kalau tax amnesty tidak digolkan, APBN kita bisa kolaps dan dampaknya ke perekonomian," paparnya.

Di samping itu, dijelaskan Yenny, belum ada kebijakan strategis dari pemerintah dalam merespons bocoran data Panama Papers yang menyeret 2.961 nama orang Indonesia. Heboh Panama Papers justru dimanfaatkan pemerintah untuk menggaungkan tax amnesty supaya segera dilegalkan DPR tanpa perlu membenahi sistem perpajakan dan tata kelola anggaran negara yang lebih baik.

"Panama Papers tidak ada kaitannya dengan tax amnesty. Itu berbeda. Merespons Panama Papers harus dengan kebijakan strategis, seperti bentuk tim investigasi, dan lainnya bukan dengan tax amnesty. Tax amnesty cuma buat vitamin bagi gerombolan pengemplang pajak yang siap diampuni," tegasnya.

Manajer Advokasi FITRA Apung Widadi menambahkan, pemerintah punya jalan lain untuk menambal defisit anggaran, bukan dengan pengampunan pajak, melainkan reformasi fiskal.

"Coret saja anggaran gedung DPR, dari sisa saldo anggaran lebih, dan cara lainnya, bukan cuma dengan tax amnesty yang dikebut sementara instrumen pemungutan belum siap," sarannya. (Fik/Gdn)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya