Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terus mengupayakan perbaikan neraca perdagangan Indonesia terhadap China yang tercatat mengalami defisit sejak 5 tahun terakhir. Pemerintah meminta agar China membuka akses pasar seluas-luasnya bagi produk Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, salah satu agenda Pertemuan Tingkat Tinggi The 2nd Meeting of High Level Economic Dialogue RI-China membahas soal defisit perdagangan Indonesia dengan China yang semakin membengkak.
"Persoalan perdagangan yang kita sampaikan ke China, kok defisit perdagangan Indonesia terhadap China makin banyak ya," ujar Darmin saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (9/5/2016).
Dari data neraca perdagangan yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatatkan nilai ekspor ke China sebesar US$ 2,84 miliar dalam kurun waktu Januari-Maret 2016. Angka ini melorot 9,34 persen dibanding realisasi periode yang sama sebelumnya US$ 3,13 miliar. Sedangkan khusus di Maret ini, realisasi ekspor ke China senilai US$ 1 miliar.
Baca Juga
Sedangkan impor Indonesia dari China di kuartal I 2016 mencapai US$ 7,12 miliar, turun dibanding periode yang sama tahun lalu senilai US$ 7,45 miliar. Sedangkan di Maret saja, China telah memasok produk non migas dengan nilai US$ 2,25 miliar ke Indonesia.
Atas dasar itu, Darmin meminta agar pemerintah China melonggarkan kebijakan perdagangan bagi produk-produk Indonesia masuk ke pasar Tiongkok. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan membangun pusat promosi di China.
"Langkah kita tentu mengidentifikasi dan berharap akses pasar di China lebih terbuka. Kalaupun ada hambatan tarif supaya dihilangkan. Kemendag juga akan membangun pusat promosi di sana," terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional, Rizal Affandi Lukman menambahkan, defisit perdagangan Indonesia ke China semakin lebar akibat anjloknya volume maupun nilai ekspor bahan primer, seperti batubara ke China. Seperti diketahui, kondisi perekonomian Negeri Tirai Bambu tengah mengalami perlambatan.
"Jadi kedua negara sepakat supaya membentuk dan mengaktifkan kembali tim untuk melihat akses pasar, karena masih ada 28 produk komoditas hilir kita yang masih ditutup China dalam rangka ASEAN-China Free Trade Agreement (FTA)," jelasnya.
Sambung Rizal, ada 30 komoditas andalan ekspor Indonesia masih terganjal hambatan non tarif. Sebagai contoh, lanjutnya, China mengenakan bea masuk 20 persen untuk produk karet Indonesia. Sedangkan produk minyak kelapa sawit mentan (crude palm oil/CPO) dipungut 6 persen-7 persen.
"Kalau tarif jadi nol persen, ekspor kita bisa meningkat. Makanya ini sedang dikerjakan Tim Perunding Indonesia untuk mengkomunikasikan di ASEAN-China FTA dan bilateral lainnya," kata Rizal. (Fik/Gdn)