Liputan6.com, Jakarta Indonesia mencatat penurunan surplus neraca perdagangan pada Februari 2025 hingga USD 0,38 miliar. Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia salah satunya didorong oleh kinerja ekspor perdagangan yang menurun.
“Terkait dengan masalah surplus perdagangan, ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya karena kinerja ekspor sektor pertambangan yang menurun,” ungkap Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Advertisement
Baca Juga
Bhima mengutip data resmi BPS yang menunjukkan bahwa ekspor batu bara Indonesia telah anjok 18,3% selama setahun terakhir.
Advertisement
“Kemudian untuk ekspor suku cadang kendaraan bermotor juga rendah, hanya tumbuh 6,9%. Namun masih bisa ditutup oleh ekspor sawit yang naik 71,5%. Jadi sektor dari sisi pertanian kehutanan itu masih berkontribusi terhadap kenaikan ekspor 52%,” paparnya.
Ekspor Indonesia Lesu
Selain itu, Bhima juga melihat bahwa kinerja ekspor Indonesia menurun ke sejumlah negara. “Yaitu ke Korea Selatan dan ke Jepang padahal mereka negara mitra dagang yang tradisional.
Kemudian ekspor ke Jerman, Eropa itu minus 19%. Kalau Jepang tadi minusnya 19,4%. Korea minus 12,8% year on year,” jelasnya.
Karena itu, menurutnya, Pemerintah perlu mengoptimalkan penetrasi pasar ke pasar negara tetangga di ASEAN. “Prospek (ekspor) ke Asean masih cerah meski ada pelambatan ekonomi di kawasan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Indonesia pada Februari 2025 mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD 3,12 miliar Februari 2025, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS).
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
AS hingga Filipina jadi Penyumbang Surplus Perdagangan Terbesar RI
Amerika Serikat, India dan Filipina menjadi negara mitra yang menyumbang surplus terbesar neraca perdagangan Indonesia.
Amalia memaparkan, surplus pada Februari 2025 lebih ditopang oleh surplus pada komoditas non-migas sebesar USD 4,84 miliar.
Komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewan nabati HS15, kemudian bahan bakar mineral HS27, serta besi dan baja HS72.
“Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit USD 1,72 miliar yang tentunya berasal dari defisit pada hasil minyak maupun minyak mentah,” bebernya.
Advertisement
Komoditas Penyumbang Surplus Terbesar
Komoditas penyumbang surplus terbesar pada Februari 2025 dengan Amerika Serikat adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, komoditas pakaian dan aksesorisnya yang berupa rajutan, serta alas kaki.
Sementara dengan India, surplus perdagangan terbesar Indonesia disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral terutama batu bara, lemak dan minyak hewan nabati terutama CPO, serta besi dan baja.
Dengan Filipina, surplus perdagangan terbesar Indonesia disumbang oleh komoditas kendaraan dan bagiannya, bahan bakar mineral atau batu bara, serta lemak dan minyak hewan nabatu terutama oleh minyak sawit.
