Waspada, OJK Temukan 163 Tawaran Investasi yang Diduga Abal-abal

Sampai Juni 2016, otoritas di sektor keuangan tersebut telah menerima 430 pertanyaan terkait penawaran investasi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 29 Agu 2016, 13:14 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2016, 13:14 WIB
Kasus Investasi Bodong

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuka portal waspada investasi atau Investor Portal Alert dengan nama sikapiuangmu.ojk.go.id. Adanya portal tersebut untuk mempersempit penawaran investasi ilegal atau investasi bodong.

Deputi komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Anggar B Nuraini menerangkan, dengan portal ini maka masyarakat bisa menyampaikan pertanyaan mengenai produk penawaran investasi. Sehingga, masyarakat menjadi lebih waspada dalam menentukan investasi.

Sampai Juni 2016, otoritas di sektor keuangan tersebut telah menerima 430 pertanyaan terkait penawaran investasi. "430 pertanyaan dari masyarakat melalui layanan konsumen OJK sampai Juni 2016," kata dia dalam diskusi 'Mengenal Investasi Ilegal' di Hotel Santika Premiere Jakarta, Senin (29/8/2016).

Dari pertanyaan tersebut, OJK melakukan klarifikasi bersama Satgas Waspada Investasi yang melibatkan beberapa instansi seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi dan UKM. Dari situ, OJK menemukan 163 penawaran investasi tidak jelas otoritas pengawasnya.

"Dari hasil klarifikasi terdapat 163 kegiatan investasi dilakukan perusahaan tidak jelas otoritas pengawasnya. Sisanya tidak dapat ditelusuri lebih lanjut karena tidak memiliki informasi yang cukup terkait dengan penawaran investasi," jelas dia.

Dari 163 penawaran investasi tersebut OJK telah mengumumkan sebanyak 34 di portal waspada investasi. Jumlah tersebut bisa berubah setelah OJK melakukan klarifikasi.

"OJK telah memuat 34 penawaran investasi di dalam Investor Portal Alert dan akan diperbaharui melalui koordinasi Satgas Waspada Investasi," tukas dia.

Nuraini menerangkan, setidaknya ada tiga penyebab masyarakat terjebak di dalam investasi bodong. Pertama, rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat. Dari survei yang dilakukan OJK pada tahun 2013, hanya sebanyak 21,8 persen yang melek literasi keuangan. Artinya, hanya 21 orang dari 100 orang yang disurvei memahami masalah keuangan.

"Untuk mengatasi kondisi ini, OJK melakukan program edukasi dan literasi dengan menggandeng pemangku kepentingan seperti kementerian lembaga, pemerintah daerah, DPR, akademisi, lembaga jasa keuangan," kata dia.

Penyebab kedua, kata dia, proses pengaduan di lembaga jasa keuangan tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut membuat OJK mengeluarkan peraturan mengenai perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.

"Salah satu aspek pengaturannya menyangkut mekanisme penyelesaian pengaduan konsumen yang harus dipenuhi lembaga jasa keuangan itu sendiri. Selain itu OJK juga telah memberikan layanan konsumen OJK 1500655 yang dapat dihubungi konsumen bila ingin tanya, sampaikan informasi maupun pengaduan," jelas dia.

Penyebab ketiga ialah karena masyarakat membeli produk investasi yang tidak memiliki izin dan ditawarkan oleh perusahaan yang tidak berizin. Terlebih, perusahaan investasi menyatut nama tokoh-tokoh yang terkenal.

"Pihak yang menawarkan investasi bodong ini memanfaatkan psikologis masyarakat yang terbuai dengan janji manis, mudah percaya jika ada tokoh masyarakat atau tokoh agama dari figur dari perusahaan investasi, kadang artis. Ataupun melihat sukses saudara teman yang mengikuti kegiatan investasi bodong tersebut," ungkap dia. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya