Indonesia Mesti Tiru Inggris Biar Bisa Tarik Pajak Google

Dengan payung hukum Indonesia saat ini sulit untuk menarik pajak dari Google

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 21 Sep 2016, 15:02 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2016, 15:02 WIB
Logo Google
Kantor pusat Google. Foto: Digital Trends

Liputan6.com, Jakarta Indonesia harus membentuk payung hukum baru agar bisa menarik pajak perusahaan digital seperti Google dan lainnya. Langkah tersebut dianggap efektif seperti yang ditempuh Inggris.

Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, Inggris telah membuat aturan khusus untuk perusahaan digital.

"Di Inggris, otoritas pajak dan parlemen membuat jenis pajak baru yang disebut Google Tax, Diverted Profit Tax. Anda, Google dapat penghasilan dari kami, Anda harus share penghasilan harus bayar pajak. Kami bikin pajak baru bukan pajak yang diatur perjanjian badan usaha tetap (BUT)," kata dia di Hotel Le Meridien Jakarta, Selasa (21/9/2016).

Dia bilang, dalam ketentuan yang baru tersebut harus memasukkan elemen virtual sehingga bisa dianggap sebagai subjek pajak.

"Nah Google, Facebook, Twitter, Apple, Google Play ini harus disasar tapi menggunakan pendekatan baru memasukkan elemen virtual person sebagai bagian kehadiran syarat yang menetapkan subjek pajak," ungkap dia.

Dia menerangkan, dengan payung hukum saat ini sulit untuk menarik pajak dari Google. Lantaran, perusahaan yang menjalankan usaha di Indonesia harus hadir secara fisik.

Dia menambahkan, jika pemerintah memaksa untuk menarik pajak dengan payung hukum sekarang memungkinkan untuk lepas dari kewajiban membayar pajak.

"Kita harus melakukan negosiasi, ajak DPR bikin jenis pajak baru. Karena tidak hanya Google semua yang menggunakan basis digital memanfaatkan kelemahan tadi. Karena server belum dianggap person," jelas dia.(Amd/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya