BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Melambat di 2017

Selain pertumbuhan ekonomi yang melambat, defisit fiskal juga diperkirakan masih akan besar serta pertumbuhan kredit yang masih rendah.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 02 Nov 2016, 15:29 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2016, 15:29 WIB
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi 2
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2017 bakal melambat. Sebab perekonomian nasional harus menghadapi kondisi global yang semakin kompleks dan berbagai tantangan dari domestik.

Deputi Direktur BI Ronald Waas mengatakan, selain pertumbuhan ekonomi yang melambat, defisit fiskal juga diperkirakan masih akan besar serta pertumbuhan kredit yang masih rendah.

"Kondisi ini diikuti resiko peningkatan kredit bermasalah atau non performing loan," ungkap Ronald di Bengkulu (2/11/2016).

Selain itu, laporan Indeks Daya Saing Global periode 2016-2017 yang dirilis World Economic Forum menunjukkan daya saing Indonesia merosot dari peringkat 37 tahun lalu menjadi peringkat ke 41 tahun ini dari 138 negara di dunia.

Kondisi ini mengharuskan Indonesia harus berusaha lebih keras lagi untuk bersaing di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang menjadikan dunia seakan tanpa batas.

Kondisi perekonomian global saat ini, kata Ronald, ditandai dengan pertumbuhan yang cenderung bias ke bawah, sebagai dampak dari pemulihan ekonomi global yang masih berlangsung melambat dan tidak merata.

Ekonomi dunia yang semula tahun ini diproyeksikan dapat tumbuh 3,5 persen harus mengalami koreksi menjadi hanya sebesar 3 persen saja. Ini berarti lebih rendah dari realisasi pertumbuhan tahun lalu sebesar 3,1 persen.

"Potensi bias ke bawah itu didorong oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang tidak sekuat proyeksi sebelumnya. Ditambah lagi kondisi ekonomi Tiongkok yang masih mengalami perlambatan," lanjut Ronald Waas.

Kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika atau Fed Fund Rate yang diprediksi akan terjadi pada bulan Desember 2016 turut menimbulkan ketidakpastian pasar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi global. Normalisasi kebijakan The Fed tersebut berpotensi memicu Capital Outflows.

"Kondisi ini dapat memicu tekanan pada pasar keuangan, termasuk Indonesia," kata Ronald Waas.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah akan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5 persen lewat desain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang seimbang, realistis, dan kredibel. Dengan begitu, APBN diharapkan dapat menjadi pelindung ekonomi Indonesia supaya tidak terseret arus pelemahan global.

Sri Mulyani menyimpulkan, ekonomi Indonesia masih‎ dalam kondisi baik. Meski dalam dua tahun terakhir (2014-2015), terjadi pelemahan di beberapa sektor usaha akibat pelemahan ekonomi dunia.

Sri Mulyani lebih lanjut mengatakan, perekonomian nasional mulai pulih ‎di kuartal IV ‎2015. Pemerintah berupaya melanjutkan perbaikan ekonomi pada tahun ini melalui anggaran yang ekspansif.

"Tema di 2016 mengelola pemulihan yang masih sangat awal dari situasi yang relatif berat di 2014 sampai paruh kedua 2015. Kemudian dilanjutkan pada 2017 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen," jelasnya.

Itu artinya, Sri Mulyani menyebut APBN merupakan instrumen untuk melindungi ekonomi Indonesia dari gejolak dan pelemahan global supaya tidak merembes masuk ke dalam negeri.

"Kita gunakan APBN untuk melindungi gejolak itu supaya tidak melemah. APBN jadi pelindung ekonomi kita," tegas dia.(Yuliardi Hardjo Putra/nrm)  

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya