Buruh: Kenaikan Upah Tinggi Pacu Perekonomian

Buruh menilai formula Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang pengupahan dianggap terapkan rezim upah murah.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 28 Okt 2016, 17:01 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2016, 17:01 WIB
Buruh menilai formula Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang pengupahan dianggap terapkan rezim upah murah.
Buruh menilai formula Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang pengupahan dianggap terapkan rezim upah murah.

Liputan6.com, Jakarta - Buruh DKI Jakarta tergabung dalam Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) mengklaim, kenaikan upah tinggi justru memacu ekonomi nasional. Sebagaimana diketahui, GBJ mengajukan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp 3.831.690 pada 2017.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Warnosalam mengatakan, bukti kenaikan upah tinggi memacu ekonomi terjadi pada 2013. Kala itu, buruh menuntut upah tinggi dan berdampak pada pertumbuhan industri nasional.

"Kalau dari tahun 2013, mogok total itu kenaikan tercatat 43 persen kemudian di  situ daya beli naik, ini secara pandangan makro ekonomi kemudian itu industri tumbuh. Parameter pertumbuhan ekonomi, industri tumbuh dari situ," kata dia kepada Liputan6.com di Wisma Antara Jakarta, Jumat (28/10/2016).

Sayangnya, justru penentuan UMP tahun 2017 menggunakan formula Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang dianggap menerapkan rezim upah murah. Dia menganggap, ketentuan ini justru hanya menguntungkan para pengusaha untuk meraup untung besar.

"Kenapa pemerintah tidak begitu. Karena pengusaha maunya untung besar, tapi nggak mau ini bareng (dengan buruh). Peranan pemerintah kan penting. Malaysia, China upahnya juga tinggi," jelas dia.

Dia juga menambahkan, penerapan upah buruh tinggi juga untuk memangkas kesenjangan antara kelas yang selama ini besar. "Dan yang kaya semakin besar. Kita ingin mendekatkan supaya sama," ujar dia.

Dia menuturkan, kondisi buruh kini juga semakin terjepit. Selain bermasalah dengan upah murah, buruh juga dihadapkan oleh naiknya kebutuhan sehari-hari.

"Karena indikator pergerakan barangnya bisa dikendalikan pemerintah. Ini kita naik terus rokok Rp 14 ribu, naik Rp 14.500 lalu Rp 15 ribu. Ini lumpuh peranan pemerintah dalam mengendalikan kebutuhan rakyat," tutur dia.

Sebelumnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akhirnya menetapkan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2017 sebesar‎ Rp 3.355.750. Angka ini naik 8,25 persen dari UMP 2016 yang sebesar Rp 3,1 juta.

Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari Unsur Pengusaha Sarman Simanjorang mengatakan, penetapan UMP tersebut telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dalam PP ini, perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan ‎tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. "Sudah (ditetapkan), sesuai dengan PP 78 Tahun 2015 sebesar Rp 3.355.750," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat 28 Oktober 2016.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya