Liputan6.com, Jakarta - Ekonom dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Dody Arifianto menyatakan isu gerakan penarikan dana besar-besaran di bank (rush money) merupakan gosip yang tidak mendasar. Isu ini digulirkan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab dengan motif politik.
"Ini gosip yang tidak punya fundamental, dasarnya apa. Kalau kita ambil duit dari bank, itu artinya tidak percaya pada bank," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (18/11/2016).
Saat ini, Dody mengatakan, sistem perbankan nasional sangat sehat, bahkan paling sehat di dunia dengan permodalan 23 persen, tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) 3,1 persen, likuiditas tinggi karena Load Depocit Ratio (LDR) mencapai 91 persen, tingkat bunga rendah.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
"Jadi tidak ada gangguan dari kepercayaan yang bikin tidak ada angin, tidak ada hujan, kenapa kita harus pergi. Kan kondisi saat ini beda dengan 1998, saat ada krisis, bank tutup, sehingga masyarakat lebih milih menaruh uang di bantal," terang Dody.
Menurut Dody, isu rush money berasal dari orang-orang tak bertanggungjawab. Dia menilai, persoalan ini mengarah kasus politik sehingga jangan dikaitkan dengan ekonomi.
"Ini cuma ulah orang tidak bertanggungjawab, tidak jelas motifnya, tapi pasti politik. Dari kasus Ahok soal penistaan agama, kenapa merembet ke ekonomi. Memang Ahok pemilik bank, bank kecil saja tidak punya, kenapa ke perbankan," terangnya.
Isu ini tidak merusak kepercayaan terhadap perbankan. Dia memperkirakan, kemungkinan masyarakat melakukan tarik dana di 25 November sangat kecil.
"Kemungkinan sangat kecil karena masyarakat sudah paham, jadi tidak usah dihiraukan. Dampak isu ini juga tidak ada, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan masih sangat baik, tapi memang kalau terjadi ibarat meteor nabrak Jakarta, bisa kiamat. Tapi tidak ada dasar narik duit dari bank," terang Dody. (Fik/Gdn)