Wacana Tarif Pajak Rokok 10 Persen di 2019, Ini Kata Sampoerna

HM Sampoerna mempertanyakan kesiapan pemerintah untuk menormalisasi tarif PPN 10 persen pada 2019

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Mar 2017, 15:00 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2017, 15:00 WIB
Ilustrasi Merokok  2
Ilustrasi Merokok

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewacanakan kebijakan normalisasi tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hasil tembakau atau rokok menjadi 10 persen secara bertahap hingga 2019. Nantinya dengan penerapan tersebut, mulai dari pedagang besar dan kecil akan mengutip pajak 10 persen saat menjualnya ke masyarakat.

Direktur Independen PT HM. Sampoerna Tbk, Yos Adiguna Ginting mengungkapkan, sekarang ini perusahaan sudah membayar PPN Final rokok dengan tarif yang berlaku di 2017 sebesar 9,1 persen. Menurutnya, secara nilai sama dengan pungutan PPN normal 10 persen.

"Kita sudah bayar PPN Final 9,1 persen, sama dengan PPN normal 10 persen. Bagi pabrik secara nilainya tidak lah berbeda," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Kabupaten Jember, Jawa Timur, seperti ditulis Sabtu (18/3/2017).

Adiguna menegaskan, pemerintah harus mempersiapkan dengan baik penerapan tarif murni PPN rokok 10 persen. Alasannya, kata dia, apabila kebijakan pajak normal itu direalisasikan, maka setiap tahapan transaksi penjualan rokok ke pedagang besar maupun pengecer harus ditarik PPN 10 persen. Sementara saat ini, tarif PPN yang berlaku untuk hasil tembakau dikenakan di tingkat pabrik rokok.

"Kalau dari pabrikan hampir tidak terlalu memberatkan (kenaikan tarif PPN). Tapi pemerintah siap tidak dengan kebijakan itu karena ritel kita kan hampir 3 juta. Warung, toko untuk ngeluarin invoice PPN perlu persiapan karena mereka biasanya tidak pernah melakukan itu," tegas dia.

Di sisi lain, Adiguna mengatakan, perusahaan telah melakukan strategi penyesuaian harga rokok yang tidak memberatkan konsumen sebagai dampak dari kenaikan cukai rokok rata-rata 10,54 persen, plus tarif PPN menjadi 9,1 persen di 2017.

"Cukai kan instrumen pengendalian konsumsi yang harus diteruskan ke konsumen. Pabrikan melaksanakan itu dengan secara bertahap supaya tidak menimbulkan lonjakan yang terlalu berat buat konsumen," dia menjelaskan tanpa enggan menyebut besaran kenaikan harga rokok Sampoerna di tahun ini.

Sementara terkait perkiraan penurunan jumlah produksi rokok sekitar 5,78 miliar batang menjadi 340,22 miliar batang di 2017, Adiguna berharap perusahaan tidak mengalami penurunan produksi. Lagi-lagi, dirinya bungkam ketika ditanyakan mengenai total jumlah produksi rokok Sampoerna di tahun ini.

"Mudah-mudahan produksi kami tidak turun. Harapannya industri ini baik, tidak ada hambatan yang muncul sehingga sektor yang sangat penting untuk penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara ini bisa berjalan dengan maksimal," tandas Adiguna. (Fik/Zul)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya