Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi April 2017 tercatat 0,09 persen. Adapun inflasi tahun kalender sebesar 1,28 persen dan tahun ke tahun mencapai 4,17 persen.
Bila dibandingkan pada bulan yang sama pada tahun sebelumnya, Indonesia malah mencatat deflasi pada April 2016. Deflasi tercatat 0,45 persen pada April 2016. Kondisi ini memang berbalik dibandingkan Maret 2017 yang terjadi deflasi 0,02 persen.
"Kalau dibandingkan April 2017 lebih tinggi dibandingkan April 2016. Akan tetapi, lebih rendah dibanding April 2015 yang 0,36 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto, di kantornya, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Advertisement
Baca Juga
Suhariyanto menuturkan, dari 82 kota yang disurvei BPS, 53 kota alami inflasi sedangkan 29 kota alami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Pangkal Pinang sebesar 1,02 persen dan terendah di Cilacap sebesar 0,01 persen.
"Deflasi tertinggi di Singaraja 1,08 persen dan terendah di DKI Jakarta dan Manado masing-masing 0,02 persen," kata dia.
Untuk kelompok pengeluaran penyumbang deflasi antara lain bahan makanan alami deflasi 1,13 persen dengan andil minus 0,24 persen. Ia menuturkan, komoditas penurunan harga cabai merah dan rawit masing-masing turun 0,09 persen. Selain itu, bawang merah deflasi minus 0,08 persen, beras turun 0,02 persen.
"Ke depan perlu dapat perhatian untuk sumbangan inflasi kenaikan bawang putih andilnya terhadap inflasi 0,03 persen. Daging ayam ras, dan tomat 0,02 persen dan jeruk. Ini yang harus diwaspadai ke depan," tutur dia.
Sedangkan makanan jadi, minuman rokok dan tembakau tercatat inflasi 0,12 persen. Andil inflasinya 0,02 persen. Komoditas yang menyumbang inflasi yaitu kenaikan harga rokok kretek 0,01 persen. "Yang memberikan andil deflasi penurunan harga gula pasir andilnya 0,02 persen," kata dia.
Sedangkan perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat inflasi 0,93 persen dengan andil 0,22 persen. Sumbangan inflasi dari perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar itu dinetralisir dengan penurunan bahan makanan.
"Karena tarif listrik 900 VA tadinya subsidi sekarang dicabut. Membayarnya pasca bayar. 900 VA pelanggannya 17,18 persen pasca bayar jadi dampak kenaikan tarif dasar listrik pada April lebih besar karena pelanggan lebih besar dan rata-rata pemakaian listrik lebih besar," jelas dia.
Sektor tarif listrik memberikan andil 0,20 persen. Adapun sektor pendorong inflasi antara lain sandang inflasi 0,49 persen dengan andil 0,03 persen. Sektor kesehatan inflasi 0,08 persen dengan andil 0,01 persen. Sektor pendidikan, rekreasi dan olahraga inflasi 0,03 persen dengan andil 0,01 persen. Untuk transportasi, komunikasi dan jasa keuangan inflasi 0,27 persen dengan andil 0,04 persen.
Ia menuturkan, hal yang menyebabkan inflasi dari transportasi yaitu kenaikan tarif angkutan udara 0,02 persen. Sedangkan bensin dan tarif pulsa menyumbang inflasi 0,01 persen.
"Inflasi pada April 0,09 persen terkendali, bahan makanan deflasi," ujar dia.
Sebelumnya Indonesia diprediksi akan mencetak inflasi di April 2017 sebesar 0,05 persen atau lebih tinggi dari realisasi deflasi 0,02 persen pada bulan sebelumnya. Penyebab utama perkiraan inflasi di bulan keempat ini akibat kenaikan tarif dasar listrik.
"Inflasi April 2017 diproyeksikan 0,05 persen (month to month/mom) dan inflasi tahunan 4,1 persen (year on year/yoy)," kata Ekonom dari SKHA Institute for Global Competitiveness, Eric Sugandi saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta.
Eric meramalkan inflasi April 0,05 persen didorong akibat kenaikan harga atau tarif barang yang diatur pemerintah (administered‎ prices), terutama penyesuaian tarif dasar listrik. Akan tetapi, laju inflasi masih tertahan karena penurunan harga bahan pangan.
"Pendorong inflasi dari kenaikan administered prices, terutama kenaikan tarif listrik. Tapi (inflasi) masih bisa diredam oleh turunnya harga pangan karena musim panen," jelasnya.
‎Berbeda, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede justru memprediksi terjadi deflasi di April 2017 sebesar 0,05 persen (mom). Sementara secara tahunan, diproyeksikan inflasi 4,03 persen (yoy). Inflasi inti diprediksi stabil sebesar 3,32 persen (yoy).
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â