Butuh Biaya US$ 3 Triliun Buat Satukan Korut dan Korsel

Reunifikasi antara Korea Utara dan Selatan bisa dilakukan setelah rezim Kim Jong Un berakhir.

oleh Vina A Muliana diperbarui 04 Mei 2017, 07:01 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2017, 07:01 WIB
Ilustrasi konflik Korea Selatan dan Korea Utara
Ilustrasi konflik Korea Selatan dan Korea Utara (foto: youtube.com)

Liputan6.com, New York - Berbagai pendekatan dilakukan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan beberapa negara di dunia untuk bisa menyatukan dan mencapai kesepakatan damai antara Korea Utara dan Korea Selatan. Meski begitu, proses reunifikasi antara dua negara ini belum juga bisa direalisasikan.

Profesor Australian National University Leonid Petrov memperkirakan, jika hal ini ingin diwujudkan maka diperlukan biaya yang tidak sedikit. Dia menjelaskan, langkah besar tersebut diprediksi akan memakan waktu 10 tahun dan menghabiskan biaya hingga US$ 3 triliun.

"Kedua negara telah terisolasi satu sama lain. Masyarakat kedua wilayah berbicara dengan dialek yang berbeda, memahami dunia secara berbeda," kata Petrov seperti dikutip dari The Independent, Rabu (3/5/2017).

Proses penyatuan kembali dua negara ini juga bukan perkara mudah. Petrov menjelaskan, warga Korea Utara nantinya akan merasa sulit untuk berasimilasi dengan norma tetangga mereka di Korea Selatan. Mereka akan menghadapi diskriminasi oleh pihak berwenang yang akan memperlakukan mereka sebagai "warga kelas dua".

"Korea Selatan akan sulit menerima warga Korea Utara yang miskin, agresif, dan kurang terdidik" ujarnya.

Namun perekonomian Korea Selatan yang kini melemah akibat perpindahan kekuasaan bisa membuat negara ini membutuhkan tenaga kerja murah dalam jumlah banyak. Imigrasi penduduk dalam jumlah besar dari Korea Utara dinilai bisa mengkompensasi kebutuhan tersebut.

Proses penyatuan dua negara juga bisa membuat 30 juta penduduk Korea Utara berisiko mengalami ketidakpastian ekonomi dan kemungkinan eksploitasi tenaga kerja, meski telah lama menderita di bawah rezim yang brutal.

Petrov membandingkan, proses reunifikasi antara Korea Utara dan Selatan lebih sulit terjadi dibandingkan apa yang pernah dialami oleh Jerman.

Lebih lanjut, para ahli memperkirakan bahwa reunifikasi antara Korea Utara dan Selatan bisa terjadi saat berakhirnya rezim Kim Jong Un. Jika hal tersebut terjadi, diktator tersebut kemungkinan akan mencari perlindungan ke China, Rusia, atau Amerika Selatan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya