Menteri Jonan Ingatkan Inpex Segera Selesaikan Kajian Blok Masela

Inpex menggunakan dua skenario Pre Front End Engineering Desain (pre feed) atau kajian pengembangan Blok Masela.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 03 Mei 2017, 17:26 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2017, 17:26 WIB
Kronologi Keberadaan Blok Masela
Rencananya, blok ini akan dikelola dua perusahaan yakni Inpex dan Shell.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mendesak Inpex Coorporation segera menyelesaikan Pre Front End Engineering Desain (pre feed) atau kajian pengembangan Blok Masela

Jonan menyatakan akan mencabut kontrak Inpex terkait pengelolaan Blok Masela jika tidak kunjung menyelesaikan pre feed. Itu karena pemerintah terus menunggu perkembangan proyek yang terletak di Maluku tersebut.

"Inpex, tulis ya, kalau kelamaan pre feed, saya cabut, sampai saya hilang kesabaran‎," kata dia dalam acara Forum Gas Nasional, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Seperti diketahui, perusahaan minyak dan gas (migas) asal Jepang tersebut menggunakan dua skenario pre feed. Dua skenario yang digunakan  Inpex tersebut akan membuat biaya pengembangan Blok Masela membengkak.

"Kalau kelamaan ya saya batalin. Kalau dia pre feed dua skenario kan makin mahal," tuutur dia.

Selain menginginkan penyelesaian pre feed Blok Masela, dia pun ingin Inpex menggunakan satu skenario untuk kemudian memutuskan langsung kapasitas produksi dan lokasi pembangunan fasilitas pengolahan gas bumi menjadi gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG).

"Nanti tunggu saja hasil pre feed tahap 1, nanti dari situ diputusin. Nanti pre feed-nya diputusin," jelas dia.

Memang, dalam penetapan kajian pengembangan Blok Masela terdapat perbedaan pandangan antara Pemerintah Indonesia dengan Inpex. Pemerintah ingin produksi LNG 7,5 MTPA dan 474 mmscfd gas pipa, sedangkan Inpex 9,5 MTPA LNG dan 150 mmscfd gas pipa.

Pemerintah akan mendorong pengembangan industri petrokimia di Blok Masela, Maluku. Industri ini dianggap memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan mampu menekan impor produk turunan dari industri tersebut, salah satunya plastik.

‎Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah tengah memikirkan pengembangan industri yang cocok dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi di sekitar Blok Masela. Salah satu sektor industri yang dinilai berpotensi besar yaitu petrokimia.

"Kita harus pikirkan kegiatan ekonomi atau industri yang akan timbul setelah ada LNG Masela ini," ujar dia.

Bambang mengungkapkan, selama ini pengembangan lapangan gas bumi selalu diikuti dengan pembangunan industri pupuk. ‎Hal tersebut terjadi di Aceh dengan adanya industri Pupuk Iskandar Muda dan di Bontang dengan pupuk Kaltim.

"Kalau pupuk agak problematik, karena pupuk seolah-oleh harus ada kalau ada gas. Makanya ada pupuk Iskandar Muda di Aceh, pupuk Kaltim di Bontang, di Tangguh lagi berpikir untuk bikin pabrik pupuk, karena gas itu cocok sekali untuk bangun industri pupuk," dia  menjelaskan.

Namun jika semua kawasan di sekitar blok gas bumi di Indonesia dibangun industri pupuk, maka nilai ekonominya akan semakin turun. Sebab akan terjadi kelebihan pasokan pupuk di dalam negeri, sedangkan Indonesia belum mempunyai peta jalan (roadmap) untuk ekspor produk pupuk.

"Pertanyaannya, apakah produksi perlu sebesar itu? Atau kita memang sudah punya roadmap mau jadi eksportir pupuk. Itu harus ditekankan, jangan seolah otomatis ada gas bikin pupuk. Nanti mau dijual ke mana kalau ternyata produksinya berlebih dibandingkan kebutuhan. Apalagi kita tidak punya strategi untuk mengekspor," jelas dia.

Sebab itu, lanjut Bambang, industri yang cocok berdekatan dengan pengembangan lapangan gas bumi dan sangat dibutuhkan ‎keberadaannya di dalam negeri yaitu industri petrokimia.

"Yang memang sangat cocok sebagai lanjutan gas dan sangat economical adalah petrokimia karena kita impor petrokimia luar biasa besar dan menggerus devisa. Jadi keberadaan petrokimia nanti di Tangguh atau Masela itu akan mengurangi kebutuhan impor," tutur dia.

Selain itu, kata dia, keberadaan industri petrokimia juga masuk dalam strategi industri nasional. Sebab, adanya industri ini akan mendorong pengembangan industri turunannya seperti industri plastik dan industri tekstil.

‎"Bicara strategi industri nasional, kita bukan bikin industri tekstil atau industri hilir dan segala macam, yang penting industri dasar, karena selain besi baja juga petrokimia. Kenapa? Karena botol saja pakai plastik, itu dari turunannya petrokimia. Baju yang kita pakai ini benangnya ada yang pakai kapas, tapi banyak juga yang dari fiber, dari turunan petrokimia. Jadi ini industri dasar dan menjadi kebutuhan. Ini industri yang harus ada di situ," tandas dia.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya