Reaksi Bank Hadapi Aturan Keterbukaan Informasi Perpajakan

Pelaku industri bank menilai era keterbukaan informasi keuangan harus dihadapi seluruh negara di dunia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Mei 2017, 09:30 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2017, 09:30 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, lembaga keuangan termasuk perbankan wajib melaporkan data keuangan nasabah kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Terbitnya payung hukum tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari para pelaku industri perbankan.

Apakah keleluasaan Ditjen Pajak menelanjangi rekening seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) di dalam maupun luar negeri, maupun Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia, justru akan memantik ketakutan dari para nasabah?

Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk, Parwati Sarjaudaja mengungkapkan, era keterbukaan data atau informasi keuangan mau tidak mau harus dihadapi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.

Dalam hal ini implementasi pertukaran informasi perpajakan otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) dan pelaksanaan prinsip penghindaran Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) paling lambat September 2018.

"Ke depan kan era keterbukaan sudah menjadi norma baru, bukan cuma di Indonesia tapi juga di dunia dengan penerapan AEoI dan BEPS 2018, baik individu maupun perusahaan," kata Parwati saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (18/5/2017).

Menurut Parwati, perbankan telah mengantisipasi implementasi AEoI dan BEPS sejak tahun lalu, ketika program pengampunan pajak atau tax amnesty mulai dilaksanakan. Dengan begitu, dia memperkirakan dampaknya terhadap perbankan maupun lembaga keuangan lain tidak terlalu besar.

"Ini sudah diantisipasi sejak tahun lalu waktu tax amnesty. Jadi harusnya dampak ke perbankan tidak negatif signifikan. Kalaupun ada, lebih kegamangan sesaat," ujar Parwati.

Lebih jauh Parwati mengatakan, kewajiban bank melaporkan data atau informasi keuangan nasabah seharusnya bukan lagi menjadi masalah seiring dengan penerapan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) yang sudah lebih dulu diluncurkan.

"Tapi detail kejelasan pelaksanaan (Perppu) dari pemerintah kita nantikan juga," dia menerangkan.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri Tbk, Rohan Hafas menuturkan, pihaknya mendukung hadirnya Perppu Nomor 1 Tahun 2017 dalam rangka implementasi AEoI. Dia meyakini dampaknya akan positif untuk Indonesia, terutama mampu menarik dana-dana yang masih di parkir di luar negeri.  

"Kami dukung Perppu itu, dan menurut kami akan memberi dampak positif khususnya dana-dana yang masih berada di sistem perbankan luar negeri. Jadi bisa diperoleh informasinya dan bisa diupayakan repatriasi ke Indonesia," harap Rohan.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jan Hendra mengaku manajemen masih mempelajari Perppu tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Sejauh ini, ia menuturkan, respons nasabah positif terhadap aturan tersebut.

"Kami akan pelajari aturan tersebut dan mendukung pelaksanaannya. Aturan baru ini tentunya telah dipikirkan secara matang oleh pemerintah, dan sejauh ini normal atau tidak ada kekhawatiran dari nasabah," ujar dia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution tidak ambil pusing dengan kabar rontoknya saham-saham perbankan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan ditengarai akibat terbitnya Perppu keterbukaan informasi data keuangan.

"Tidak usah serius. Tidak, kalaupun benar ada, itu orang tidak mengerti saja. Karena di Singapura dan negara lain juga sama," tutur dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya