Jaga Iklim Investasi, Pemerintah Perlu Perbaiki Aturan Tambang

Banyak sengketa soal pencatatan pajak sebagai prepaid oleh pengusaha tambang emas sehingga dapat mengakui restitusi pajak.

oleh Septian Deny diperbarui 21 Mei 2017, 09:12 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2017, 09:12 WIB
Tambang batu bara
Aktivitas di tambang batu bara di Lubuk Unen, Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta untuk memperbaiki kualitas peraturan perundang-undangan sektor pertambangan. Hal ini diperlukan untuk menjaga iklim investasi sektor tersebut.

Ahli Hukum Universitas Indonesia Fitriani Sjarief mengatakan, karakter khas sektor pertambangan yang memiliki proses bisnis panjang dan manajemen resiko yang besar membutuhkan kepastian hukum.‎ Ini bisa terjadi bila ada perbaikan pada kualitas peraturan perundang-undangan di Indonesia.

"Pemerintah perlu memperbaiki konsistensi aturan soal perpajakan sektor pertambangan. Kualitas sistem hukum dan lembaga peradilan pajak yang kurang baik akan membingungkan dan merugikan investor,"‎ ujar dia di Jakarta, Minggu (21/5/2017).

Selain itu, Fitriani menilai masih perlu dilakukan penataan aturan perundangan yang dijalankan di perpajakan sektor tambang. Sebagai contol soal penerapan Surat Edaran (SE) Menteri Keuangan dalam mengatur soal pengenaan PPh bagi wajib pajak badan yang memiliki Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

"Penerapan SE 44P/PJ/2014 soal penegasan tarif pajak PPh Badan sektor pertambangan tidaklah tepat. Bentuk SE mestinya menjadi norma bagi aturan internal bukan untuk publik luas," kata dia.

Sementara itu, Pengamat Perpajakan David Hamzah menyatakan, jumlah sengketa pajak yang besar dan terus meningkat di Pengadilan Pajak mengindikasikan perlu adanya upaya pemerintah memperbaiki kualitas peraturan, khususnya di sektor pertambangan.

"Lebih dari dua belas ribu kasus sengketa pajak dalam fase gugatan dan banding diterima di Pengadilan pada 2015. Naik 15 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan putusan pengadilan di tahun sama hanya mampu mencapai  sembilan ribu kasus, atau cuma naik sekitar dua persen," ungkap dia.

David menggarisbawahi hubungan kausalitas antara kualitas kepastian pajak dengan penerimaan negara. Sebagai contoh, banyaknya sengketa soal pencatatan pajak sebagai prepaid oleh pengusaha tambang emas sehingga dapat mengakui restitusi pajak. Namun kenyataannya, pengadilan mengatakan sebaliknya sehingga restitusi tidak dapat dilaksanakan.

"Kepastian hukum pajak pertambangan akan meningkatkan penerimaan negara karena asumsi-asumsi usaha yang dijalankan pelaku pasar menjadi tepat dan terlaksana. Akhirnya ketepatan tersebut menbuat penerimaan negara dalam bentuk pajak akan lebih mudah dicapai," tandas David.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya