Liputan6.com, Jakarta - Lembaga jasa keuangan wajib melaporkan secara otomatis saldo rekening nasabah minimal Rp 200 juta kepada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Sebenarnya apa pertimbangan pemerintah mengecek saldo rekening nasabah minimal Rp 200 juta, sementara untuk nasabah asing senilai US$ 250 ribu atau Rp 3,3 miliar(asumsi kurs Rp 13.284 per dolar Amerika Serikat)?
Saat ditanyakan mengenai hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku, jumlah akun rekening dengan saldo di atas Rp 200 juta sebanyak 2,3 juta atau 1,14 persen dari total akun yang ada.
Advertisement
"Jadi sebenarnya bukan untuk mencari pajak, tapi sebetulnya sign untuk kepatuhan pajak. Masyarakat yang punya saldo Rp 200 juta biasanya sudah patuh pajak, membayar pajak dari penghasilannya yang dipotong," kata dia usai Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/6/2017).
Baca Juga
Dengan alasan itu, ia meminta kepada masyarakat tidak panik dengan aturan keterbukaan informasi keuangan dalam rangka perpajakan domestik maupun perjanjian internasional (Automatic Exchange of Information/AEoI). Pemerintah menetapkan batasan saldo Rp 200 juta untuk pengumpulan data perpajakan.
"Jadi sebenarnya masyarakat tidak perlu khawatir. Tapi untuk pemerintah, data sangat penting guna mengetahui keseluruhan potensi perpajakan dari sisi berapa pembayar pajak, aset, dan lainnya. Informasi ini untuk melihat struktur perekonomian Indonesia," jelas Sri Mulyani.
Seperti diberitakan sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo mengungkapkan, dalam PMK Nomor 70 Tahun 2017 juga mengatur batasan rekening keuangan yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan, baik perbankan, asuransi, pasar modal, dan entitas lain di luar pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sesuai Common Reporting Standards (CRS) untuk kepentingan AEoI atau perpajakan internasional, ia menuturkan, bagi nasabah entitas luar negeri dan telah dibuka sebelum 1 Juli 2017, saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan lebih dari US$ 250 ribu.
Itu artinya, saldo rekening nasabah asing yang bisa diintip Ditjen Pajak di atas US$ 250 ribu atau kurang lebih Rp 3,3 miliar (estimasi kurs 13.300 per dolar AS).
"Sementara bagi rekening keuangan lainnya termasuk rekening tabungan orang pribadi luar negeri, tidak ada batasan saldo minimal. Berapapun nilainya harus dilaporkan," tegas Suryo.
Untuk kepentingan perpajakan domestik, dia menambahkan, batasan saldo rekening yang wajib dilaporkan lembaga jasa keuangan kepada Ditjen Pajak paling sedikit Rp 200 juta bagi nasabah lokal. Adapun rincian-nya:
1. Sektor perbankan
- yang dimiliki oleh orang pribadi dengan agregat saldo paling sedikit Rp 200 juta
- yang dimiliki entitas atau perusahaan, tanpa batasan saldo minimal
2. Sektor perasuransian
- nilai pertanggungan paling sedikit Rp 200 juta
3. Sektor perkoperasian
- dengan agregat saldo rekening nasabah paling sedikit Rp 200 juta
4. Sektor pasar modal dan perdagangan berjangka komoditi
- tanpa batasan saldo minimal
"Untuk kepentingan perjanjian internasional, pelaporan rekening keuangan nasabah dari lembaga jasa keuangan dimulai pada 1 Agustus 2018. Sedangkan untuk kepentingan perpajakan domestik paling lambat 30 April 2018," papar Suryo.
Berikut jadwal laporan pertama lembaga jasa keuangan atas rekening keuangan nasabah secara otomatis:
1. Untuk kepentingan perjanjian internasional (AEoI), paling lambat dilaporkan
- 1 Agustus 2018 pelaporan dari lembaga jasa keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
- 31 Agustus 2018 disampaikan OJK kepada Ditjen Pajak
- 30 April 2018 pelaporan dari lembaga jasa keuangan lainnya, dan entitas lain ke Ditjen Pajak
2. Untuk kepentingan perpajakan domestik, paling lambat
- 30 April 2018 pelaporan dari lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan entitas lain ke Ditjen Pajak.
Â