Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) berharap pengurangan nol di mata uang rupiah atau redenominasi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun ini. Dengan begitu, redenominasi bisa segera diterapkan.
Gubernur BI Agus Martowardojo menerangkan, redenominasi rupiah memiliki fungsi yang strategis. Menurutnya, dengan redenominasi maka angka dalam rupiah menjadi lebih sederhana.
"Karena sekarang ini rupiah denominasi tertinggi kan Rp 100 ribu, kalau 1 dolar AS sama Rp 13 ribu itu kelihatan sekali bilangan, nilai mata uang itu seolah besar sekali. Oleh karena itu, kalau punya undang-undang (UU) Redenominasi mata uang kita bisa melakukan penyederhanaan denominasi uang misal Rp 100 ribu jadi Rp 100," kata dia di Balikpapan, Kalimantan Timur seperti ditulis Sabtu (15/7/2017).
Advertisement
Baca Juga
Redenominasi membutuhkan masa transisi 7 tahun. Redenominasi ini tak serta merta penyederhanaan angka, namun juga disertai penyesuaian harga barang dan jasa.
"Tapi dalam UU diatur harga barang dan jasa mesti disederhanakan. Dan UU redenominasi apabila disetujui ada masa transisi 7 tahun sehingga masyarakat mengetahui Rp 100 ribu lama dan Rp 100 baru. Harga barang ada harga rupiah lama Rp 100 ribu dan rupiah baru Rp 100," ungkap dia.
Redenominasi akan membuat kekuatan ekonomi nasional lebih lengkap. Lantaran, redenominasi berpengaruh pada administrasi yang lebih sederhana.
"Jadi kita ingin redenominasi apabila mungkin Oktober 2017 bisa masuk dalam Prolegnas 2017. Dan kemudian di 2017 bisa dilakukan 1 masa sidang misalnya, karena UU-nya cuma 18 pasal jadi bisa menjadi satu UU di tahun 2017, di 2018 sudah kita terapkan, kita bikin persiapan 2018-2019. 2020 sudah bisa kita mulai untuk 5 tahun, dalam 7 tahun ke depan kita sudah punya rupiah denominasi yang kita inginkan," jelas dia.
Untuk redenominasi perlunya dukungan pemerintah dan DPR. Agus mengatakan, dengan kondisi ekonomi saat ini redenominasi tepat untuk diterapkan.
"Tapi tentu kembali harus didukung oleh pemerintah dan DPR, sebetulnya 2012-2013 sudah masuk dalam Prolegnas tapi saat itu ekonomi dunia tidak menentu karena Amerika Serikat akan mengubah kebijakan moneter, dan inflasi pada saat itu tinggi. Kalau sekarang ekonomi kita sedang kuat, 2 tahun ini inflasi kisaran 3 persen, pertumbuhan ekonomi cukup kuat, punya cadangan devisa meningkat terus, baru dapat rating investment grade," tandas dia.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: