Liputan6.com, Jakarta - Proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek membutuhkan subsidi pemerintah sekitar Rp 1 triliun tiap tahunnya. Subsidi tersebut digunakan untuk membantu pelunasan pinjaman bank.
Direktur Utama PT KAI (Persero) Edi Sukmoro mengatakan, pembangunan LRT Jabodebek akan menggunakan pinjaman bank dengan nilai sekitar Rp 18,5 triliun dan tingkat bunga yang diharapkan 7 persen per tahun. Pinjaman tersebut merupakan pengembangan dari penyertaan modal negara (PMN) sekitar Rp 9 triliun.
PMN sendiri diberikan kepada PT Adhi Karya Tbk sebesar Rp 1,4 triliun dan PT KAI sebesar Rp 7,6 triliun. Adapun PMN KAI yakni berasal dari realokasi PMN tahun 2015 untuk kereta Trans Sumatera Rp 2 triliun, PMN dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Perubahan (APBNP) 2017 sebesar Rp 2 triliun. Kemudian, KAI berencana mengajukan PMN di 2018 sebesar Rp 3,6 triliun.
Advertisement
"Itu subsidi beda dengan public service obligation (PSO). Subsidi ini membantu pengembalian saat meminjam. Karena angka Rp 18,5 triliun itu kita minjam ke bank," kata dia di Komisi VI DPR seperti ditulis Kamis (20/7/2017).
Baca Juga
Besaran subsidi yang dibutuhkan sendiri sebanyak Rp 15 triliun untuk 12 tahun. "Karena memang subsidi untuk bayar utang pembangunan infrastruktur. Kami sekarang itu menerima PSO untuk menjalankan KRL dan kereta Rp 2 triliun. Jadi kalau ini Rp 15 triliun dalam 12 tahun berarti Rp 1 triliun lebih, menerima subsidi untuk dedikasi pengembalian peminjaman Rp 18,5 triliun," jelas dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, PSO merupakan istilah yang kerap digunakan untuk subsidi dalam APBN. Lebih lanjut dia menuturkan, negara tak mungkin menyediakan dana sebesar Rp 18,5 triliun dalam 3 tahun. PMN digunakan untuk memperoleh pinjaman tersebut.
"APBN tidak mungkin sediakan Rp 18,5 triliun dalam 3 tahun. Jadi mereka harus kombinasi injeksi PMN tadi yang Rp 7 triliun, Adhi Karya Rp 1,4 triliun. Dan kemudian mereka melakukan leverage dengan meminjam sehingga mencapai kebutuhan capital expenditure Rp 18,5 triliun," jelas dia.
Kemudian, untuk mengembalikan pinjaman sesuai dengan waktunya tak mungkin dibebankan kepada penumpang seutuhnya. Pertama kali beroperasi, LRT diperkirakan mengangkut 116 ribu penumpang per hari dan mencapai puncaknya dalam 10 tahun yakni 420 ribu penumpang.
"Untuk mengembalikan Rp 18,5 triliun dalam bentuk break even point dalam 15 tahun itu tidak mungkin di-charge pada masyarakat untuk membayar tiket," ujar dia.
Namun, Sri Mulyani yakin subsidi yang dikeluarkan tak mencapai Rp 1 triliun. Lantaran itu belum memasukan pemanfaatan transit oriented development (TOD).
"Bahwa TOD untuk beberapa penggunaan stasiun properti dan sewanya belum dimasukkan dan kami meminta penerimaan TOD akan digunakan untuk kurangi subsidi atau PSO. Apapun diperhitungkan dalam 15 tahun harusnya cost capital lunas jadi break even point," jelas dia.
Edi Sukmoro kembali menjelaskan, akan mencairkan sebagian pinjaman bank tahun ini. Namun, dia belum bisa menyebut besaran pinjaman yang dicairkan. KAI sendiri akan memegang dana Rp 4 triliun tahun ini yang berasal dari realokasi PMN 2015 dan APBN-P 2017.
"Tahun ini sebagian dulu, masih dalam pembicaraan tapi dia melihat cash yang kita punya. Rasionya di lihat 30:70 misalnya, saya punya sekarang berapa, bank memberikan berapa. Tapi ini masih terus dilakukan penggodokan peminjaman bank nasional," ujar Edi.
Subsidi, lanjut Edi, akan diberlakukan saat LRT beroperasi tahun 2019. "Subsidi kan akan dimulai nanti, saat proyek itu atau kereta itu mulai. Mulainya kan 2019, nanti 2019 jalan selama 12 tahun. Subsidi itu kan kita minjam uang nih, infrastruktur kan tugasnya pemerintah dibayarnya seperti deferred payment, pemerintah bayarnya tahunan," kata Edi.
Untuk diketahui, KAI mendapat izin penyelenggara pengoperasian prasarana dan sarana LRT Jabodebek. KAI juga diberi konsesi 50 tahun sejak LRT beroperasi.
Â
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Â