Pengembang Berpotensi Minati Pembiayaan Syariah

Pelaku usaha menilai meski Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar, tetapi hingga kini belum punya panduan properti syariah.

oleh Muhammad Rinaldi diperbarui 23 Agu 2017, 13:24 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2017, 13:24 WIB
Property Rumah
Ilustrasi Foto Property Rumah (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pembiayaan dengan konsep syariah memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu instrumen pendanaan yang diminati di industri properti.

Tidak hanya untuk konsumen melalui produk KPR syariah, tapi juga untuk pengembang yang membutuhkan modal kerja. Namun dengan syarat, pola pembiayaan syariah ini dikemas dengan baik dan lebih gencar dipromosikan. Demikian diungkapkan Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Soelaeman Soemawinata dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Pria yang akrab dipanggil Eman itu mengungkapkan di masyarakat selama ini banyak kekeliruan mengenai pembiayaan syariah yang terminologinya dianggap kuno, terlalu agamais dan terbatas hanya untuk umat muslim. Namun ternyata pembiayaan syariah sangat modern, dan kini sudah banyak dipakai oleh pengusaha termasuk pengembang yang notabene nonmuslim.

"Saya berpikiran, pembiayaan syariah ini punya potensi besar di industri properti. Kenapa? Karena sistem ini menganut kesetaraan, sehingga ada deal di mana bank syariah dianggap mitra bisnis yang sejajar. Jadi ada perbedaan spirit yang ditawarkan dengan rasa kenyamanan, kesetaraan dan keadilan dari kedua belah pihak," kata Eman, yang ditulis Liputan6.com, Rabu (23/8/2017).

Tentunya dalam kondisi properti yang bagus, pembiayaan sistem syariah ini potensial sekali, karena ini justru bisa prudent, karena ada pembagian risiko yang berimbang.

Namun, menurut Eman, dalam kondisi bisnis khusus di sektor properti yang lesu seperti sekarang ini, bank syariah dituntut lebih berhati-hati. Misalnya dalam pembuatan due diligence harus lebih detail, apakah prospek perusahaan ini menjanjikan atau tidak.

Kondisi pasar properti yang masih kurang menggembirakan, diakui pengembang memengaruhi minat masyarakat terhadap pembiayaan melalui sistem syariah.

CEO Orchid Realty, Mujahid berharap jika kondisi pasar properti pulih, maka pasar properti syariah juga bakal terangkat. Menurut dia, sebenarnya saat ini minat konsumen untuk membeli rumah melalui pola syariah sudah cukup tinggi, bahkan sejumlah pengembang berani mengusung hunian berkonsep syariah.

"Skema properti syariah diharapkan bisa terus bertumbuh. Tentunya perlu ada dukungan pemerintah agar properti syariah ini bisa berjalan lebih baik, salah satunya dengan membuat panduan sebagai acuan dalam transaksi berkonsep syariah," papar dia.

Mujahid menuturkan, meski Indonesia merupakan salah satu dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Namun, hingga kini belum memiliki panduan untuk properti syariah misalnya soal prinsip transaksi jual beli syariah dari mulai akad konsumen dengan developer dengan tetangga sekitar dan sebagainya termasuk aspek perizinan.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

Peran Strategis

Peran Strategis

Di hadapan puluhan peserta diskusi properti syariah yang diadakan Hasanah Global dan Majalah PropertynBank tersebut, Ketua Umum REI juga memaparkan bagaimana kontribusi besar industri properti dalam mendorong perekonomian bangsa.

Sebuah studi akademis pernah menyebutkan industri yang mengikuti industri properti cukup banyak, setidaknya mencapai 174 industri ikutan antara lain pabrik semen, baja dan sebagainya.

Industri properti pun mendorong masuknya investasi baru, menyerap banyak lapangan kerja sehingga meningkatkan ekonomon rakyat, serta tentunya berkontribusi meningkatkan pendapatan negara seperti pajak maupun retribusi.

Bahkan setelah properti dibangun, ungkap Eman, industri ini masih akan menarik investasi baru, seperti IKEA atau AEON yang masuk ke kawasan Serpong. Demikian juga dengan penyerapan tenaga kerja, di mana untuk membangun hingga operasional satu hotel saja butuh 1.000 orang pekerja, sedangkan mall kemungkinan bisa lebih dari itu.

"Dan jangan lupa properti ini juga mendorong ekonomi kerakyatan, karena tidak mungkin di satu proyek properti tidak ada pedagang makanan, tukang bakso atau warteg, pedagang rokok dan lain-lain," ujar Eman.

Sementara dari sisi kapitalisasi, saat ini kapitalisasi 45 grup perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) saja diperkirakan mencapai Rp 250 triliun. Itu belum ditambah 3.000 perusahaan properti anggota REI di seluruh Indonesia, sehingga diperkirakan total kapitalisasi perusahaan properti mencapai sekitar Rp 2.200 triliun. Bandingkan APBN 2016 sebesar Rp 2.095,7 triliun dan RAPBN 2017 sebesar Rp 2.070,5 triliun.

Kontribusi yang cukup besar itu, menurut Eman, perlu didukung pemerintah sehingga industri ini mampu terus bertumbuh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya