Skema Pajak Bisnis Online Berlaku Tahun Ini

Ditjen Pajak Kementerian Keuangan akan segera merilis skema pemungutan pajak bisnis online atau e-commerce.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Sep 2017, 20:29 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2017, 20:29 WIB
Ilustrasi e-Commerce, eCommerce, Online Marketplace, Bisnis Online
Ilustrasi e-Commerce, eCommerce, Online Marketplace, Bisnis Online

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akan segera merilis skema pemungutan pajak bisnis online atau e-commerce. Perbedaannya hanya pada tata cara pemungutan saja, bukan pada penyesuaian tarif pajak maupun pengenaan pajak baru.

"E-commerce objek pajaknya tidak berubah, hanya tata cara saja. Kalau mengubah tarif pun, berarti aturannya harus berubah," ujar Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak, Yon Arsal mengatakan, penerimaan dari pemungutan pajak melalui mekanisme yang baru ditargetkan sudah masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017.

"Sudah ya sebagian. Tahun ini sudah kami proses, tapi ini kan masih berkembang karena database e-commerce kan berkembang terus, baik pemain di dalam negeri maupun luar negeri," tegasnya.

Sementara untuk potensi penerimaan dari skema pajak e-commerce tersebut, Yon enggan membeberkannya. "Belum bisa saya laporkan, mesti lapor dulu ke Ibu (Menkeu). Tapi sebagian sih sudah ada yang bayar (e-commerce)," ia menerangkan.

Skema pungutan pajak

Seperti diberitakan, Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan, skema pemungutan pajak untuk bisnis online akan berbeda dengan yang berlaku saat ini, self assessment.

Self assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

"Sebetulnya tetap self assessment, tapi kan kalau yang murni self assessment tidak ada keterlibatan pihak ketiga. Jadi pelaku usaha e-commerce lapor sendiri, pungut sendiri, dan lainnya. Tapi nanti kita pakai pihak ketiga," tegas Hestu Yoga saat dihubungi Liputan6.com.

Pihak ketiga inilah yang ditunjuk untuk memungut atau memotong PPh dan PPN dari pelaku bisnis online. "Nanti pemotongan PPh dan PPN oleh pihak tertentu sehingga bisa mempermudah proses pengenaan pajaknya," ujar Hestu Yoga.

Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP), selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong atau memungut pajak dan menyetorkannya ke kas negara.

Begitupun dengan pihak ketiga yang nantinya akan memotong atau memungut PPh dan PPN bisnis online, pasti sudah mendapat restu menjalankan tugas itu.

"By rule by regulasi tidak ada masalah. Kayak pajak kendaraan pemerintah, kan ada juga (pihak ketiga) yang memotong. PPN yang ditarik dari transaksi belanja konsumen, yang mungut kan Pengusaha Kena Pajak (PKP)," Hestu Yoga menuturkan.

Terkait siapa pihak ketiga yang akan memungut atau memotong PPh dan PPN bisnis online, Hestu Yoga tidak menyebut secara spesifik. Ia hanya mengatakan penyelenggara market place, artinya bukan dari Ditjen Pajak.

"Ya di luar Ditjen Pajak. Kan ada penyelenggara market place semacam itu, nanti itu yang kita minta pungut PPh dan PPN. Sudah ada juga payment gateway yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), dan kita sedang formulasikan mekanismenya," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya