Liputan6.com, Jakarta Pajak memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian dan pembangunan sebuah negara. Fungsi pajak tidak sekedar sebagai sumber pendapatan negara, namun juga berperan dalam mengatur berbagai aspek kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Melalui pemahaman tentang fungsi pajak, kita dapat mengetahui bagaimana kontribusi pajak secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesejahteraan bersama.
Baca Juga
Advertisement
Dalam sistem kenegaraan modern, fungsi pajak telah berkembang menjadi instrumen kebijakan fiskal yang strategis. Fungsi pajak mencakup berbagai dimensi, mulai dari fungsi penerimaan (budgetair), fungsi mengatur (regulerend), fungsi stabilitas, hingga fungsi redistribusi pendapatan. Semua fungsi pajak ini bekerja secara terintegrasi untuk memastikan bahwa pembangunan nasional dapat berjalan secara berkesinambungan dan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dengan memahami berbagai fungsi pajak secara komprehensif, kita dapat melihat bahwa pajak bukan semata-mata beban kewajiban yang harus dipenuhi, melainkan kontribusi nyata warga negara terhadap kemajuan bangsa. Pelaksanaan fungsi pajak yang optimal memerlukan kesadaran dan kepatuhan dari seluruh wajib pajak, serta pengelolaan yang transparan dan akuntabel dari pihak pemerintah sebagai pengelola keuangan negara.
Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi lengkapnya pada Rabu (9/4).
Fungsi Anggaran (Budgetair): Tulang Punggung Pembiayaan Negara
Fungsi anggaran atau budgetair merupakan fungsi utama pajak sebagai sumber pendapatan negara untuk membiayai seluruh pengeluaran yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sebagai sumber pendapatan, pajak berperan vital dalam menyediakan dana yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan berbagai program pembangunan nasional. Dana yang terkumpul dari pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran rutin pemerintah seperti belanja pegawai, pembelian barang, pemeliharaan aset negara, dan berbagai pengeluaran operasional lainnya.
Selain untuk pengeluaran rutin, fungsi budgetair pajak juga dimanfaatkan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik. Dana untuk pembangunan jalan, jembatan, irigasi, rumah sakit, sekolah, dan berbagai proyek strategis nasional lainnya berasal dari tabungan pemerintah yang diperoleh dari selisih antara penerimaan dalam negeri (terutama pajak) dengan pengeluaran rutin. Contoh konkret dari fungsi anggaran pajak adalah pembangunan jalan tol trans-Jawa serta program bantuan sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dibiayai dari APBN yang bersumber dari pajak.
Fungsi Mengatur (Regulerend): Instrumen Kebijakan Ekonomi Strategis
Fungsi mengatur atau regulerend merupakan fungsi pajak sebagai instrumen kebijakan pemerintah untuk mengatur pertumbuhan ekonomi dan mencapai berbagai tujuan sosial ekonomi tertentu. Melalui kebijakan perpajakan yang tepat, pemerintah dapat mendorong atau membatasi aktivitas ekonomi tertentu sesuai dengan prioritas pembangunan nasional. Implementasi dari fungsi mengatur pajak termasuk pemberian fasilitas keringanan pajak untuk mendorong investasi, perlindungan produksi dalam negeri melalui bea masuk yang tinggi untuk produk impor, dan pengendalian konsumsi barang mewah atau berbahaya bagi kesehatan.
Contoh nyata dari fungsi regulerend pajak adalah penerapan tax holiday bagi investor yang menanamkan modal di daerah tertinggal, pengenaan bea masuk tinggi untuk melindungi petani lokal dari persaingan produk impor, dan penerapan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) serta cukai tinggi untuk produk tembakau dan minuman beralkohol. Melalui mekanisme ini, pajak tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara tetapi juga sebagai alat pengendali yang efektif dalam mengarahkan perilaku ekonomi masyarakat dan pelaku usaha sesuai dengan prioritas pembangunan nasional.
Advertisement
Fungsi Stabilitas: Menjaga Keseimbangan Ekonomi Nasional
Fungsi stabilitas pajak berkaitan dengan peran pajak dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional, terutama dalam mengendalikan inflasi dan menjaga keseimbangan perekonomian secara keseluruhan. Melalui kebijakan perpajakan yang tepat, pemerintah dapat mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat, sehingga inflasi dapat dikendalikan pada level yang aman bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi ekonomi yang mengalami inflasi tinggi, pemerintah dapat meningkatkan tarif pajak untuk mengurangi jumlah uang yang beredar, sedangkan saat ekonomi mengalami resesi, pemerintah dapat menurunkan tarif pajak untuk mendorong konsumsi.
Contoh konkret implementasi fungsi stabilitas pajak adalah kebijakan pemerintah Indonesia yang memberikan insentif pajak selama pandemi COVID-19, seperti pengurangan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% dan relaksasi pembayaran pajak untuk UMKM. Fungsi stabilitas pajak juga terlihat dari penggunaan dana pajak untuk membiayai program-program stabilisasi harga, seperti operasi pasar untuk komoditas pangan pokok ketika terjadi gejolak harga. Dengan demikian, pajak memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi masyarakat dari dampak negatif fluktuasi ekonomi yang berlebihan.
Fungsi Redistribusi Pendapatan: Mengurangi Kesenjangan Ekonomi
Fungsi redistribusi pendapatan dari pajak berkaitan dengan peran pajak dalam menciptakan pemerataan dan keadilan dalam distribusi pendapatan masyarakat. Melalui mekanisme perpajakan yang progresif, dimana kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi membayar pajak dengan persentase yang lebih besar dibandingkan kelompok berpenghasilan rendah, pemerintah dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dan menciptakan pembangunan yang lebih merata. Fungsi redistribusi ini menjadi salah satu instrumen penting dalam kebijakan kesejahteraan sosial.
Dalam praktiknya, fungsi redistribusi pajak diwujudkan melalui struktur tarif pajak progresif dalam Pajak Penghasilan (PPh). Di Indonesia, tarif PPh untuk orang pribadi bersifat progresif, dimana semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin tinggi pula persentase pajak yang harus dibayarkan. Misalnya, untuk penghasilan hingga Rp50 juta pertama dikenakan tarif 5%, penghasilan di atas Rp50 juta hingga Rp250 juta dikenakan tarif 15%, penghasilan di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta dikenakan tarif 25%, dan penghasilan di atas Rp500 juta dikenakan tarif 30%. Struktur tarif progresif ini memastikan bahwa kontribusi pajak dari kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi lebih besar dibandingkan kelompok berpenghasilan rendah.
Dana yang terkumpul dari pajak kemudian digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok berpenghasilan rendah. Program-program seperti bantuan sosial untuk masyarakat miskin, subsidi pendidikan dan kesehatan, pembangunan perumahan rakyat, dan berbagai program pengentasan kemiskinan lainnya dibiayai dari penerimaan pajak. Dengan demikian, terjadi redistribusi pendapatan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin melalui mekanisme perpajakan dan belanja pemerintah.
Contoh konkret dari fungsi redistribusi pendapatan pajak adalah Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) yang menyalurkan bantuan tunai dan pangan kepada keluarga miskin di Indonesia. Dana untuk program-program tersebut berasal dari APBN yang sebagian besar bersumber dari penerimaan pajak. Demikian pula dengan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang memberikan bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memberikan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Melalui program-program tersebut, pendapatan yang diperoleh dari pajak didistribusikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik dan bantuan sosial, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dan menciptakan pembangunan yang lebih inklusif.
Pengertian dan Ciri-ciri Pajak dalam Perekonomian
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi ini sesuai dengan Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1 yang menjadi landasan hukum perpajakan di Indonesia.
Sebagai suatu kontribusi wajib, pajak memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari pungutan lain. Pertama, pajak merupakan kontribusi yang wajib dibayarkan oleh setiap warga negara yang memenuhi syarat objektif dan subjektif. Di Indonesia, kewajiban pajak berlaku bagi mereka yang penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang saat ini ditetapkan sebesar Rp4,5 juta per bulan atau sekitar Rp54 juta per tahun. Bagi wirausaha atau pengusaha, tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5% diberlakukan dari jumlah peredaran bruto atau omzet hingga Rp4,8 miliar untuk satu tahun pajak.
Kedua, pajak bersifat memaksa dan diatur oleh undang-undang. Artinya, bagi mereka yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak namun dengan sengaja tidak membayar pajak, akan dikenakan sanksi administratif maupun hukuman pidana. Sifat memaksa ini merupakan konsekuensi logis dari fungsi pajak sebagai sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai kepentingan publik.
Ketiga, pemungutan dan pengelolaan pajak dilakukan langsung oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, melalui lembaga yang ditunjuk secara resmi. Di tingkat nasional, lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan perpajakan adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Meskipun dikelola oleh pemerintah, manfaat dari pajak dirasakan oleh seluruh warga negara dalam bentuk pelayanan publik dan fasilitas umum.
Ciri keempat dari pajak adalah pemungutannya didasarkan pada undang-undang dan tercantum dalam peraturan resmi. Hal ini memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak maupun pemerintah sebagai pemungut pajak. Segala bentuk perlawanan, penghindaran, atau penolakan untuk membayar pajak dianggap sebagai pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ciri kelima adalah bahwa pajak menjadi salah satu komponen penting dalam anggaran pemerintah. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara seperti pembiayaan perang, keamanan aset, pekerjaan masyarakat, subsidi, penegakan hukum, dan operasional negara lainnya. Selain itu, pajak juga digunakan untuk membayar utang negara beserta bunganya, membiayai pelayanan publik dan jaminan kesejahteraan bagi masyarakat.
Advertisement
Jenis-jenis Pajak dalam Sistem Perpajakan Indonesia
Sistem perpajakan di Indonesia mengenal berbagai jenis pajak yang dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, seperti instansi pemungut, objek dan subjek pajak, serta sifat pajaknya. Pemahaman terhadap berbagai jenis pajak ini penting untuk mengetahui kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh setiap wajib pajak sesuai dengan kondisi dan aktivitas ekonominya.
Berdasarkan instansi pemungutnya, pajak dibedakan menjadi pajak pusat (pajak negara) dan pajak daerah. Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kantor Inspeksi Pajak. Contoh pajak pusat antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai, dan Bea Masuk. Sementara itu, pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan hanya berlaku di wilayah administrasi daerah yang bersangkutan. Contoh pajak daerah antara lain Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak Penerangan Jalan.
Dilihat dari objek dan subjek pajaknya, pajak dapat dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang dibebankan dengan memperhatikan kondisi atau keadaan pribadi wajib pajak, seperti status perkawinan, jumlah tanggungan, dan kemampuan ekonomi. Contoh pajak subjektif adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang besarannya ditentukan berdasarkan penghasilan dan kondisi pribadi wajib pajak. Sedangkan pajak objektif adalah pajak yang dibebankan berdasarkan objeknya tanpa memperhatikan keadaan wajib pajaknya. Contoh pajak objektif antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai.
Berdasarkan sifatnya, pajak dapat dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya ditanggung sepenuhnya oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Pajak ini biasanya dipungut secara berkala sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh otoritas perpajakan. Contoh pajak langsung adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Kendaraan Bermotor. Sedangkan pajak tidak langsung (indirect tax) adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain dan pemungutannya bergantung pada terjadinya peristiwa atau perbuatan tertentu. Contoh pajak tidak langsung adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebankan pada konsumen saat melakukan transaksi pembelian barang atau jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dibebankan saat terjadi transaksi jual beli barang mewah.
Peran Pajak dalam Pembangunan Ekonomi Nasional
Pajak memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional melalui berbagai kebijakan fiskal yang diimplementasikan oleh pemerintah. Sebagai sumber utama pendapatan negara, pajak menjadi tulang punggung pembiayaan berbagai program dan proyek pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pertama, pajak berperan penting dalam membiayai investasi infrastruktur yang menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, jaringan listrik, irigasi, dan berbagai infrastruktur dasar lainnya membutuhkan dana yang sangat besar yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak. Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan mengurangi biaya logistik, meningkatkan konektivitas antar wilayah, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi pertumbuhan sektor riil. Sebagai contoh, pembangunan Jalan Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera yang didanai dari APBN telah mempercepat distribusi barang dan jasa, mengurangi disparitas harga antar wilayah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang dilalui oleh jalan tol tersebut.
Kedua, pajak memainkan peran penting dalam pengembangan sumber daya manusia melalui investasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Dana dari penerimaan pajak digunakan untuk membiayai pembangunan sekolah, universitas, rumah sakit, puskesmas, dan berbagai fasilitas pendidikan dan kesehatan lainnya. Selain itu, dana pajak juga digunakan untuk memberikan beasiswa pendidikan, menyediakan layanan kesehatan gratis atau bersubsidi, dan mendukung berbagai program peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sebagai contoh, Program Indonesia Pintar (PIP) yang memberikan bantuan biaya pendidikan bagi siswa dari keluarga tidak mampu dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memberikan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat dibiayai dari penerimaan pajak.
Ketiga, pajak berperan sebagai instrumen untuk mendorong pengembangan sektor-sektor ekonomi prioritas melalui berbagai insentif fiskal. Pemerintah dapat memberikan keringanan pajak, pengurangan tarif, penundaan pembayaran, atau bahkan pembebasan pajak untuk sektor-sektor ekonomi tertentu yang ingin dikembangkan. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia memberikan tax holiday dan tax allowance bagi investor yang menanamkan modalnya di sektor-sektor prioritas seperti industri pionir, energi terbarukan, atau industri padat karya. Demikian pula, pemerintah memberikan berbagai insentif pajak bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mendorong pertumbuhan sektor ini yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional dan penyerap tenaga kerja terbesar.
Keempat, pajak menjadi instrumen penting dalam menjaga stabilitas makroekonomi yang merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui kebijakan fiskal yang tepat, pemerintah dapat menggunakan pajak untuk mengendalikan inflasi, mengurangi defisit anggaran, dan menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Sebagai contoh, selama masa pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia memberikan berbagai insentif pajak seperti pengurangan tarif PPh Badan, pembebasan PPh pasal 21 untuk pekerja di sektor-sektor tertentu, dan relaksasi pembayaran pajak untuk UMKM. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban wajib pajak, menjaga likuiditas sektor usaha, dan mendorong pemulihan ekonomi di tengah tekanan resesi global.
Advertisement
