RI Utang Triliunan untuk Beli Alutsista, Ini Kata Sri Mulyani

Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 11,7 triliun dalam RAPBN 2018

oleh Septian Deny diperbarui 12 Sep 2017, 13:13 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2017, 13:13 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 11,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista). Anggaran tersebut berasal dari pinjaman dalam dan luar negeri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, alokasi anggaran tersebut telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya, alokasi anggaran ini akan dibahas pemerintah dengan DPR.

"Itu sudah disampaikan di Dewan, nanti akan dibahas. Kalau untuk alutsista itu dilakukan," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa (12/9/2017).

Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyatakan, utang dari pinjaman dalam negeri dan luar negeri di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 akan didominasi untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista). Nilainya mencapai belasan triliun rupiah.

Direktur Jenderal (Dirjen) PPR Kemenkeu Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah berencana menarik utang sebesar Rp 399,2 triliun pada tahun depan. Sumbernya berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 414,7 triliun dan pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun.

"Di RAPBN 2018, pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun. Itu artinya, kita lebih banyak membayar pokok pinjaman dari pada mengambil pinjaman baru," kata Robert di Gedung DPR, Jakarta.

Robert lebih jauh merinci asal-usul pinjaman negatif Rp 15,5 triliun pada 2018, terdiri dari pinjaman dalam negeri (netto) sebesar Rp 3,1 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar negatif Rp 18,6 triliun.

"Untuk pinjaman luar negeri jumlahnya negatif Rp 18,6 triliun, artinya penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp 51,5 triliun, sementara pembayaran cicilan pokok utang Rp 70,1 triliun. Untuk penarikan pinjaman Rp 51,5 triliun, terdiri dari pinjaman tunai Rp 13,5 triliun dan pinjaman kegiatan proyek Rp 38 triliun," jelasnya.

Ia menambahkan, adapun lima kementerian/lembaga pengguna pinjaman luar negeri terbesar, yaitu Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Kemenhan) sebesar Rp 11,7 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 6,4 triliun, Polri sebesar Rp 3,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 2,4 triliun, dan Kementerian Ristek Dikti sebesar Rp 1,5 triliun.

"Kemenhan Rp 11,7 triliun untuk kebutuhan alutsista. Dan lima kementerian/lembaga ini sudah menyerap pinjaman kurang lebih 90 persen dari pinjaman proyek," Robert mengatakan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya