Lulusan SMK Jadi Pengangguran Paling Banyak di RI

BPS mengumumkan, jumlah pengangguran mencapai 7,04 juta orang di Indonesia per Agustus 2017. Pengangguran terbanyak adalah lulusan SMK.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Nov 2017, 19:34 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2017, 19:34 WIB
20160223-Ilustrasi-Pengganguran-iStockphoto
Ilustrasi Tidak Bekerja atau Pengangguran (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2017 mencapai sebesar 7,04 juta orang, bertambah 10 ribu orang dibanding realisasi 7,03 juta orang di Agustus 2016. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,50 persen atau turun 0,11 poin.

Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, dari TPT sebesar 5,50 persen di Agustus 2017, pengangguran terbanyak merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 11,41 persen.

"TPT menurut pendidikan, tidak banyak berubah. Tertinggi untuk lulusan SMK sebesar 11,41 persen. Lalu Sekolah Menengah Atas (SMA) 8,29 persen, Diploma I/II/III 6,88 persen, dan Universitas 5,18 persen," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (6/11/2017).

Sementara TPT terendah, Kecuk mengakui, jenjang Sekolah Dasar (SD) ke bawah sebesar 2,62 persen. "Lulusan SD ke bawah memiliki TPT paling rendah karena mereka tidak punya pilihan pekerjaan. Jadi mau kerja apa saja dijalani," tutur dia.

Dari jumlah 128,06 juta orang jumlah angkatan kerja, sebanyak 121,02 juta orang merupakan penduduk bekerja dan pengangguran 7,04 juta orang. Berdasarkan pendidikan, pekerja yang mengecap jenjang pendidikan SD ke bawah sebanyak 50,98 juta atau 42,13 persen, SMP 21,72 juta orang atau 17,95 persen.

Bekerja dengan pendidikan SMA 21,13 juta orang atau 17,46 persen, SMK 12,59 juta orang atau 10,40 persen, Universitas 11,32 juta orang atau 9,35 persen, dan Diploma 3,28 juta atau 2,71 persen.

"Kita masih punya pekerjaan rumah yang besar karena mayoritas dari pekerja masih pendidikan rendah. Jadi perlu ada upaya meningkatkan kualitas pendidikan pekerja, baik melalui formal maupun vokasi atau training," terangnya.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, M. Sairi Hasbullah menuturkan, pengangguran paling banyak lulusan SMK karena keahilan mereka belum tentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

"SMK kan berdiri supaya lulusannya mandiri, tapi keahlian lulusan SMK belum tentu match keahliannya dengan perusahaan. Jadi terpaksa mereka menunggu lama, menganggur. Kalau pendidikan SMA kan lebih fleksibel," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Terapkan Pendidikan Vokasi, Indonesia Contoh Jerman

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menetapkan arah pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. Sistem ini mengacu pada konsep pendidikan dual system dari Jerman.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, pendidikan tersebut mengintegrasikan pembelajaran di kampus dengan praktik kerja di industri.

Kemenperin tengah fokus meluncurkan program pendidikan vokasi industri yang link and match antara industri dengan SMK di seluruh provinsi di Indonesia. Hingga 2019, ditargetkan sebanyak 355 industri mampu terlibat dan membina 1.775 SMK dalam pelaksanaan program tersebut.

"Langkah ini sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu 24 September 2017.

Dalam program ini, setiap perusahaan diminta untuk membina sekurang-kurangnya lima SMK di sekitarnya sehingga pada 2019 akan dihasilkan sebanyak 845 ribu lulusan SMK yang kompeten dan tersertifikasi sesuai dengan kebutuhan industri.

“Kami telah melakukan launching program pendidikan vokasi industri di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I. Yogayakarta serta Jawa Barat,” lanjut Airlangga.

Selanjutnya akan dilaksanakan untuk Wilayah Sumatera bagian Utara, yang meliputi D.I. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau pada awal Oktober 2017 di Medan, dan diteruskan pada wilayah lain di Indonesia.

Di Jawa Timur, Kemenperin melibatkan 50 perusahaan dan 234 SMK, di Jawa Tengah sebanyak 117 perusahaan dan 392 SMK. Serta di Jawa Barat yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, melibatkan 141 perusahaan dan 393 SMK.

Sebagai tindak lanjut peluncuran dari program tersebut, Kemenperin telah melakukan penyelarasan kurikulum untuk 25 kompetensi keahlian bidang industri yang ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang juga telah disiapkan modul pembelajarannya.

“Saat ini telah disusun penyelarasan kurikulum dan silabus untuk sembilan kompetensi keahlian lainnya pada SMK di Jawa Barat yang juga sedang disusun modul pembelajarannya,” kata Menteri Airlangga.

Untuk mendukung implementasi kurikulum hasil penyelarasan dengan kebutuhan industri, Kemenperin menyiapkan pula pelatihan untuk guru-guru bidang studi produktif serta mengusulkan anggaran melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk bantuan mesin dan peralatan praktik minimum untuk SMK, yang dialokasikan sebesar 500 juta per SMK.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya