Usai Infrastruktur, Apa yang Jadi Fokus Pemerintah Selanjutnya?

Presiden Jokowi optimistis pembangunan infrastruktur yang digenjot saat ini dapat dorong pertumbuhan ekonomi.

oleh Septian Deny diperbarui 28 Nov 2017, 21:58 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2017, 21:58 WIB
Jokowi Resmikan Pendidikan Vokasi di Cikarang
Presiden Jokowi mendengarkan penjelasan Presdir Astra Otoparts Hamdhani Dzulkarnaen usai meluncurkan vokasi tahap III yang link and match antar SMK di Jawa Barat dengan industri, di Cikarang Pusat, Bekasi, Jumat (28/7). (Liputan6.com/Angga Yunani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, setelah gencar membangun infrastruktur dalam tiga tahun terakhir, ada hal lain yang akan menjadi fokus pemerintah ke depan. Hal tersebut yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Jokowi mengatakan, banyak orang yang sanksi jika dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan selama ini akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

Namun secara tegas dirinya menyatakan jika infrastruktur tersebut akan menjadi jalan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik dan berkualitas.

"Ke depan setelah infrastruktur, apa yang harus dikerjakan? Infrastruktur ini dalam proses semuanya. Itu pun banyak masih akan menyangsikan, apakah dengan pembangunan infrastruktur ini akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang baik pada negara kita? saya jawab ya pasti. Semua negara melakukan itu. Karena dengan infrastruktur ini efisiensi makro kita akan ketemu, mobilitas barang, mobilitas orang, logistik bisa lebih cepat, mudah, bisa lebih efisien," ujar dia dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Selasa (28/11/2017).

Setelah membangun infrastruktur, lanjut Jokowi, hal selanjutnya yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah pembangun kualitas SDM di dalam negeri. Caranya dengan mendorong pendidikan vokasi ke sekolah-sekolah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

‎"Tahapan kedua, masuk ke bidang pembangunan SDM. Pendidikan utamanya pendidikan vokasi kejuruan, training vokasi dan politeknik. Tiga hal ini kita harus kerjakan dalam waktu sangat singkat. Hanya memang perobakannya harus besar-besaran karena 66 persen tenaga kerja kita lulusan SD SMP. Ini angka yang sangat besar. Kalau mau di-upgrade ya dengan training, vokasi dan politeknik," kata dia.

‎Menurut Jokowi, di SMK sendiri perlu dilakukan perombakan yang besar. Hal ini guru-guru yang ada sekitar 80 persennya merupakan guru normatif.

"Harusnya guru skill, guru keterampilan, guru yang bisa menjadi pelatih untuk memperkuat keterampilan mereka.‎ Mislnya guru PPKN, guru bahasa indo, guru agama. Ini bukan tidakperlu, ini perlu tapi kalau di SMK guru yang bisa melatih, yang bisa mengupgrade skill anak-anak kita. Ini perlu waktu," ungkap dia.

Selain itu, metode pendidikan yang diterapkan di sekolah juga harus diubah. Dari yang sebelumnya lebih banyak menghapal teori menjadi belajar untuk memecahkan permasalahan di lapangan.

"Pendidikan juga harus mau berubah total, bukan normatif, rutinitas. Karena tantanganya sudah berbeda. Mestinya anak-anak kita dihadapkan pada pembelajaran pada tantangan-tantangan yang ada. Problem-problem yang ada.‎ Saya kira menteri pendidkan sudah mulai berubah itu. Anak-anak dihadapkan pada tantangan, pada problem, bagaiman menyelesaikan, bukan hapal-hapalan lagi. Karena dunia sudah berubah," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Jokowi: Kondisi Sekarang Berbeda dengan Masa Lalu

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, kondisi ekonomi yang terjadi pada saat ini tidak bisa disamakan dengan apa yang terjadi dalam beberapa tahun lalu. Namun, perubahan-perubahan yang terjadi menjadi dasar bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan.

‎"Saya hanya ingin sedikit menyampaikan, kondisi sekarang, situasi sekarang adalah situasi yang new normal. Orang banyak sering membanding-bandingkan dengan masa lalu," ujar dia pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) 2017 di Jakarta, Selasa 28 November 2017.

Dia mencontohkan, pada periode 2011-2012, Indonesia mengalami ledakan harga komoditas. Akibatnya pada saat itu konsumsi rumah tangga berada di kisaran 7 persen. Sedangkan saat ini konsumsi rumah tangga di dalam negeri hanya mencapai 4,93 persen-4,95 persen.

"Ini profil yang ada sekarang, karena memang berbeda‎. Untuk dunia, ekonomi dunia dulu tumbuh 5 persen, sekarang 3 persen.‎ Tiongkok dulu tumbuh 12 persen sekarang 6 koma sekian persen.‎ Ini perbedaan yang harus kita pahami agar dalam mengambil‎ kebijakan kita tidak salah. Banyak parameter berbeda, angka juga berubah," kata dia.

Selain itu, Jokowi menuturkan perubahan ini juga terjadi pada ‎model bisnis baru yang mengubah perilaku konsumsi masyarakat. Sebagai contoh, belum lama ini Indonesia diramaikan dengan hal yang berkaitan dengan daya beli dan perubahan pola konsumsi masyarakat.

"Kita tidak sadar sekarang banyak mode bisnis baru sehingga pola konsumsi berubah. Dulu orang suka belanja ke mal, ke toko, sekarang orang konsumsinya berada pada dunia wisata, suka pelesir. Pergeseran seperti ini yang juga harus kita mengerti dan pahami bahwa ada perubahan. Juga dari offline ke online.Ini perubahan yang mau tidak mau kita terima," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya