Liputan6.com, Yogyakarta - Pengembangan pendidikan vokasi selaras dengan empat arahan Presiden Prabowo Subianto. Oleh karena itu Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie menyebut banyak negara yang memulai langkahnya dari pengembangan ilmu terapan atau pendidikan vokasi terutama negara pendapatan menengah ke negara pendapatan tinggi.
“Ada arahan ketersediaan lapangan kerja; produktivitas terukur; ketahanan pangan, energi, dan air, dan teknologi sebagai investasi pendidikan manusia. Saya kira yang keempat ini cocok dengan vokasi,” terangnya, usai melakukan kunjungan dan mengisi talkshow di Sekolah Vokasi UGM, Selasa (4/2/2025).
Advertisement
Menurut Stella langkah-langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi ini sekaligus menghubungkan akademik dengan industri dan pemerintah. Bahkan di setiap Kementerian dan Lembaga berencana menjembatani kolaborasi tersebut agar ketiga sektor saling bahu-membahu menyelesaikan persoalan.
Advertisement
Namun, Wamen Stella menyebut adanya stigma di masyarakat yang menganggap ilmu terapan merupakan pendidikan kelas dua. Terlebih saat ini di Kementerian Dikti Saintek, sudah dihapus Dirjen Pendidikan Vokasi namun pemerintah tetap berkomitmen meningkatkan kualitas vokasi agar dianggap setara dengan pendidikan sarjana. “Harapannya tidak lagi pendidikan vokasi dan akademik itu dikotak-kotakkan, jadi semuanya sama. Ini yang ingin kami dorong untuk menciptakan ekosistem sains dan teknologi,” paparnya.
Baca Juga
Soal penghapusan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi ini menurutnya didasarkan pada prinsip general relativity dibanding special relativity. Baginya, ketiadaan Dirjen Vokasi bukan berarti pendidikan vokasi dan politeknik tidak mendapat naungan dari pemerintah, justru sebaliknya mampu mengubah persepsi publik bahwa vokasi setara dengan pendidikan akademis umum. “Pemerintah ingin mendorong agar pengembangan ilmu terapan bisa menyelesaikan persoalan dan isu-isu nasional,” terangnya.
Wamen Stella juga ingin perkembangan riset di pendidikan tinggi vokasi terapan dan fundamental bisa berjalan beriringan. Keduanya menurutnya memegang peran penting dalam menyelesaikan masalah yang ada sekarang maupun masalah yang akan datang.
Wamen Stella mengatakan, peneliti tidak harus berangkat dari apakah riset tersebut terapan atau fundamental, melainkan masalah seperti apa yang ingin dipecahkan. Hal nantinya akan menentukan kuat tidaknya hilirisasi riset dari sektor akademik. “Riset terapan itu seperti low hanging fruit, mudah dipetik dan sangat diminati oleh industri dan masyarakat sebenarnya. Tapi kondisi sekarang baik industri, pemerintah, maupun akademik tidak saling mengenal,” ucap Stella.
Dekan Sekolah Vokasi, Agus Maryono, mengakui bahwa pendidikan tinggi vokasi di Indonesia masih sangat tertinggal dengan pendidikan sarjana. Ia pun mengharapkan adanya inisiasi dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas vokasi. Soal masih ada anggapan bahwa vokasi berada di bawah pendidikan fundamental inilah yang menyebabkan tidak banyak industri maupun masyarakat tertarik dengan pendidikan vokasi. Padahal pengembangan ilmu terapan sangat diperlukan. “Dalam meningkatkan kualitas, kami tentu membutuhkan resources yang memadai. Karenanya kami di vokasi UGM telah berupaya untuk membangun jembatan dengan industri,” ungkap Agus.